FGD di Bali, LaNyalla Bicara soal Siapa Utusan Daerah

Selasa, 20 Juni 2023 – 16:38 WIB
LaNyalla Mahmud Mattalitti pada FGD di Universitas Udayana, Bali. Foto: Tim DPD

jpnn.com - DENPASAR - Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan seharusnya di MPR berisi utusan daerah dari mereka yang memiliki wilayah-wilayah di Nusantara.

Entah itu raja dan sultan, atau masyarakat adat penghuni wilayah yang berbasis suku, marga, nagari, dan sejenisnya.

BACA JUGA: Ahmad Basarah Usul Golongan dan Utusan Daerah Kembali ke MPR

"Berbicara tentang utusan daerah, kita harus membaca sejarah keberadaan wilayah di Nusantara ini," kata LaNyalla dalam FGD "Siapakah Utusan Daerah MPR? Membedah Siapa Saja Utusan Daerah di MPR dan Bagaimana Pengisiannya, di Universitas Udayana, Bali, Selasa (20/6).

"Mereka inilah yang mengalami secara langsung penjajahan oleh VOC. Sehingga sejarah mencatat beberapa perlawanan terhadap Belanda telah terjadi di era Kerajaan dan Kesultanan Nusantara."

BACA JUGA: Sekalian Saja DPD Dikembalikan Menjadi Fraksi Utusan Daerah

Puncaknya, lanjut LaNyalla, para raja dan sultan memberi dukungan morel dan materiel yang konkret bagi lahirnya negara ini, berupa penyerahan wilayah-wilayah mereka untuk menjadi bagian dari NKRI.

"Sikap legawa dari para raja dan sultan Nusantara itu sekaligus bukti bahwa sudah seharusnya para raja dan sultan ini adalah bagian dari pemegang saham utama negara ini," ujarnya.

BACA JUGA: LaNyalla Ungkap 3 Keuntungan Adanya Anggota DPR Bukan dari Parpol

Namun, fakta yang terjadi, ujar LaNyalla, kerajaan dan kesultanan di Nusantara, serta kelompok masyarakat adat tidak terlibat dan tidak memiliki saluran langsung dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini.

"Ingat, ada empat syarat untuk berdirinya suatu negara. Pertama, adanya rakyat. Kedua, adanya wilayah. Ketiga, terbentuknya pemerintahan, dan dan keempat, adanya pengakuan internasional," kata LaNyalla.

"Sebelum Indonesia lahir, wilayah di Nusantara terbagi dalam dua zona. Yang pertama adalah Zelfbesturende Land Schappen, atau daerah-daerah berpemerintahan sendiri, yang sejatinya dikuasai kerajaan dan kesultanan Nusantara."

"Yang kedua, adalah Volks Gemeen Schappen atau wilayah yang dihuni dan dimiliki kelompok masyarakat adat, yang berbasis suku, marga, nagari, dan sebagainya. Kemudian Belanda menciptakan daerah-daerah baru, yaitu daerah otonom dan daerah administratif pemerintahan Hindia Belanda di Nusantara."

"Jadi, para pendiri bangsa, saat menyusun tentang utusan daerah, sudah memikirkan bahwa seharusnya utusan daerah di dalam MPR dihuni oleh mereka yang memiliki wilayah-wilayah di Nusantara ini," kata senator asal Jawa Timur itu.

Menurut LaNyalla, rumusan utusan daerah yang didesain para pendiri bangsa, belum pernah dilakukan secara benar, baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru.

"Untuk itu, saya menawarkan, kita sepakati lahirnya Konsensus Nasional kembali kepada Demokrasi Pancasila. Kembali kepada sistem bernegara rumusan pendiri bangsa. Mengisi utusan daerah dengan benar, yakni mereka-mereka pemilik wilayah di negara ini, yaitu para raja dan sultan di Nusantara serta tokoh masyarakat adat," katanya.

Hal senada diungkapkan Rektor Universitas Udayana I Nyoman Gede Antara.

Dia mengatakan, sudah saatnya daerah kembali memiliki utusan daerah di MPR.

"Utusan daerah jika harus diaktifkan kembali adalah bagian dari upaya serius merawat memori kolektif bangsa dalam sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Oleh karena itu, utusan daerah harus dihuni oleh utusan yang tepat untuk tujuan tersebut," katanya.

Narasumber acara tersebut, Gede Marhaendra Wija Atmaja dari Universitas Udayana, mengatakan pemilik wilayah yang dimaksud bisa juga para raja yang sudah punya kerajaan dan masyarakat adat, termasuk pemangku desa adat.

"Contohnya seperti desa adat di Bali. Hal ini pun sangat layak untuk menjawab siapakah utusan daerah," tuturnya.

Hal senada diungkapkan oleh narasumber yang lain, Mohammad Novrizal dari Universitas Indonesia.

Dia mengatakan kewajiban perlindungan negara bukan hanya diberikan pada orang, melainkan juga pada ruang.

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu, setiap daerah, baik padat ataupun jarang penduduknya harus memiliki kesetaraan hak perwakilan atau territorial rights," katanya.

Sementara itu, Raja Sidenreng Sulawesi Selatan PYM Adatuang Sidenreng XXV Andi Faisal Sapada mengatakan, hal itu membutuhkan kesepakatan atau konsensus nasional untuk mengembalikan UUD 1945 sesuai naskah asli.

"Supaya kedaulatan rakyat ini betul-betul dijamin sesuai dengan harapan pendiri bangsa. Ini membutuhkan perjuangan, konsekuensi dan sebagainya. Kalau ini lebih baik untuk rakyat, kenapa tidak diperjuangkan. Kami sangat berharap demikian karena pemilik wilayah secara adat, bukan secara pemerintahan, adalah raja-raja dan sultan se Nusantara. Kami sudah menyumbang banyak untuk negara ini," kata Raja Andi yang juga diamini Raja Klungkung PYM Ida Dalem Semara Putra. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler