FGD HPN Sesi 2: Mengkaji Skenario Transisi Energi yang Minim Risiko

Jumat, 14 Januari 2022 – 20:08 WIB
FGD HPN Sesi 2. Foto: Humas PWI

jpnn.com, JAKARTA - Harapan pemerintah untuk meningkatkan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sepertinya akan sulit terwujudkan.

Pasalnya, beberapa pakar menilai tidak mudah untuk menghindari perdebatan klasik seputar urgensi dan melakukan transisi energi fosil ke energi terbarukan.

BACA JUGA: Bamsoet Berharap HPN 2022 Jadi Momentum Penegakan Kedaulatan Digital

Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno Soewanto berpendapat bahwa potensi batu bara masih menjanjikan, termasuk untuk ekspor.

"Keinginan untuk mewujudkan Net-Zero Emission (NZE) atau nol bersih emisi pada tahun 2050 boleh saja asal dilakukan bertahap karena batu bara saat ini masih menjadi primadona,” ungkapnya, pada FGD sesi kedua yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022, Kamis (14/1).

BACA JUGA: Atal S Depari Ingin HPN 2022 Bermanfaat untuk Bangsa dan Negara

Di pihak lain, Executive Director IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan permintaan batu bara Indonesia akan terus mengalami penurunan menuju 2050.

”Di semua skenario proyek, pada 2050 batu bara sudah bukan lagi komoditas yang menguntungkan,” ujarnya.

BACA JUGA: Bahas Teknis Kegiatan HPN 2022, Auri Jaya Bertemu Menteri Siti Nurbaya

Sementara, di sisi lain, harapan pemerintah untuk meningkatkan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) akan sulit diwujudkan.

”Pemerintah menargetkan bauran EBT 23 persen di 2025, namun praktiknya banyak mengalami kendala,” kata Fabby.

Menurut dia, untuk mencapai EBT 23 persen pada 2025 paling sedikit harus ada penambahan 855 megawatt (MW) setiap tahun. Namun, pada 2021 saja, pemerintah hanya mampu merealisasikan tambahan 376 MW.

Fabby mencontohkan dua aturan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 50/2017 dan Permen ESDM No. 10/2017 di era Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menyandera bauran EBT hingga 2025.

Kedua permen ini membuat proyek pembangkit energi EBT di Indonesia menjadi tidak bankable. Padahal potensi EBT banyak diminati para investor. Namun, aturan permen menjadi penghalang.

Untuk menuju Indonesia NZE 2050, langkah perbaikan semestinya sudah harus dilakukan paling tidak memperbaiki iklim usaha menuju peningkatan EBT.

"Mulailah dengan menyelesaikan dua permen ESDM yang menghambat,” ungkap Fabby.

Fabby Tumiwa menilai, untuk memperbaiki dan mempercepat daya tarik investasi energi terbarukan di Indonesia, Perpres harga energi terbarukan seharusnya dapat mengganti Permen ESDM No. 50/2017.

Menutup diskusi para pakar, Kuntoro Mangkusubroto mengungkapkan harapannya agar kegiatan FGD yang dinisiasi PWI ini benar-benar dapat menghasilkan rekomendasi terbaik untuk diserahkan kepada pemerintah terkait dengan pengelolaan energi dan pertambangan sumber daya mineral Indonesia pada masa mendatang.

Ke depan masih ada satu gelaran FGD lagi pada 19 Januari 2022 mendatang, yang akan membahas tema aktual seputar peran, kewenangan, dan hak pemerintah daerah pasca revisi UU Minerba.(mcr28/jpnn)


Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler