jpnn.com - Selama ini muncul anggapan, Suku Anak Dalam (SAD) mengalami ketertinggalan dalam aspek pendidikan, juga ekonomi.
Fikri Rio Yoanda (19), warga SAD, seolah menepis anggapan itu. Dia lulus menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia. Bagaimana perjuangannya mengkuti rangkaian tes? Berikut laporan Jambi Ekspres (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Brigadir Budi Santoso, Polisi Menyambi Seniman Besi Bekas dengan Karya Jempolan
DONI SAPUTRA
Rabu (9/8) sekitar pukul 08.00 WIB, Kapolda Jambi, Brigjen Pol Priyo Widyanto, membuka Pendidikan Pembentukan Bintara Polri Tugas Umum TA 2017 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jambi yang berlokasi di Pondok Meja, Muarojambi, Provinsi Jambi.
BACA JUGA: Syukurlah, TNI dan Polisi Kompak Banget
Total ada 159 siswa yang mengikuti pendidikan. Satu diantaranya merupakan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD). Dia adalah Fikri Rio Yoanda (19). Dengan rambut cepak, dia berbaris bersama siswa lainnya.
Di tenda sisi kanan lapangan, terlihat seorang pria dengan dandanan sederhana berdiri di sela-sela kerumunan keluarga siswa. Berbaju putih dan celana dasar serta sepatu yang sudah terlihat lusuh.
BACA JUGA: Sebegini Jumlah Polisi Untuk Mengawal Aksi Massa Penolak Perppu Ormas
Usai upacara sekitar pukul 08.30 WIB, pria dengan kulit sawo matang dan berambut pendek itu mengayunkan langkahnya menuju lapangan upacara.
Dia mendekati seorang siswa dengan pakaian polisi yang berdiri di depan mimbar lapangan upacara. Keduanya saling berpelukan dan berurai air mata. Suasana haru sempat menyelimuti cuaca yang saat itu gerimis.
Siswa itu merupakan Fikri Rio Yoanda. Sementara, pria yang memeluknya merupakan sang ayah, Sukri (45).
Harian Jambi Ekspres mencoba mendekat dan mengobrol. Mulanya, Fikri berbicara agak terbata sembari menghapus air matanya.
“Iya pak. Kami dari Suku Anak Dalam,” ujar Fikri saat menjawab pertanyaan Jambi Ekspres.
Remaja kelahiran Jambi, 28 September 1997, ini mengaku sejak kecil bercita-cita menjadi anggota Polri.
Dia terinspirasi dengan Bhabinkamtibas yang sering melakukan patroli dan sosialisasi dengan warga SAD kelompoknya.
Tekat itu disertai dengan keinginannya membanggakan orangtua dan kelompoknya. “Saya ingin menunjukkan bahwa SAD tidak selamanya dianggap orang keterbelakangan. Bahwa kami bisa maju dan dapat bersaing dengan penduduk lainnya,” kata putra dari pasangan Bapak Sukri (45) dan Ibu Erawati (39) ini.
Sekitar 5 bulan sejak mendaftar pada Maret 2017 hingga pengumuman kelulusan pada 5 Agustus 2017, dirinya sudah melewati berbagai rintangan.
Dia harus mengurus berkas pendaftaran dengan menempuh perjalanan sejauh 134.2 km. Dari kampung halamannya di RT 10, Desa Tanjung Lebar, Kecamatan Bahar Selatan, menuju Mapolres Muarojambi yang berlokasi Kecamatan Sengeti.
“Pergi pakai motor. Tapi bolak-balik. Waktu tes juga seperti itu. Setiap tes minimal perjalanan 4 jam,” sebutnya.
Seiring dengan itu, dia tak lupa mempersiapkan diri. Latihan fisik dengan maraton di sekitar lingkungannya. Belajar baik akademik maupun psikologi. Dia belajar dari kegagalannya pada tahun 2016 yang gagal saat Pantokhir.
“Tahun 2016, tamat SMA juga tes. Tapi dak lulus. Tahun ini tes lagi, Alhamdulillah lulus,” sebut Alumni SMA Negeri 4 Muarojambi, ini.
Dia berharap kepada warga SAD lainnya mau ikut tes polisi untuk menunjukkan warga SAD bisa bersaing dan maju.
Dia menceritakan, saat kecil sebelum mengenyam pendidikan,dDia mengikuti orangtuanya melangun (berpindah-pidah). Orangtuanya yang sadar akan pentingnya pendidikan menitipkan Fikri kecil ke keluarganya yang sudah hidup menetap.
“Saya sekolah di SD 145 Tebing Tinggi, ikut sama nenek. Kemudian, SMP Negeri 3 Batanghari ikut bibik. Mau masuk SMA baru kumpul lagi dengan orangtua,” beber anak pertama dari dua saudara ini sembari menyebutkan kala itu, orangtuanya sudah menetap di Desa Tanjung Lebar.
Sementara itu, Sukri, orang tua Fikri menyebutkan, dirinya memiliki kekhawatiran saat anak sulungnya itu mengutarakan ingin ikut tes polisi. Pasalnya, dirinya tidak memiliki uang. Hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
“Sayo dak melarang. Kalau nak ikut tes, tes lah. Cuma iyo, keadaan (ekonomi,red) kito kek ginilah,” sebut pria yang kesehariannya bertani ini.
Dengan mata berkaca-kaca, Sukri menuturkan, saat itu dirinya memberikan motivasi dan pesan ke Fikri untuk percaya diri. Tidak terpengaruh dengan orang lain. Jalani sesuai dengan kemampuan diri sendiri.
Saat ditanya terkait dengan pribadi Fikri, warga SAD dari kelompok Tumenggung Sembilan Bilah Herman Basir ini menjawab Fikri anak yang baik.
“Sering bantu berkebun. Anaknya baik, tidak pernah melawan. Selalu ikut kato orang tuo,” katanya.
Dia berharap kepada Fikri untuk menjadi polisi yang profesional dan bermoral.
Terpisah, Kapolda Jambi, Brigjen Pol Priyo Widyanto, menyebutkan, lulusnya Fikri menjadi anggota Polri karena memang kemampuannya. Tidak ada prioritas bagi suku terdalam di Provinsi Jambi, ini.
“Lulus, bukan karena SAD karena prioritas. Mau SAD atau lainnya, jika memenuhi persyaratan ya masuk. Kemarin ada lima, yang masuk satu ya kita terima,” sebut Kapolda.
Hal senada juga diungkap Kasubbid Penmas Polda Jambi, Kompol Wirmanto. Fikri mampu melewati rangkaian tes dengan menyikirkan ribuan peserta lainnya.
“Nilainya memang tinggi. Jadi, dia layak menjadi anggota Polri,” tandasnya.
Sebelumnya, seorang warga SAD yang berdomisili di Desa Bukit Makmur, Kabupaten Batanghari, lulus tes masuk Tentara Nasional Indonesia. Dia adalah M Firman Hariyanto. Kini bertugas di Kodam II Sriwijaya sebagai prajurit II. Dia lulus tahun 2015 silam. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tetapkan Bupati Bolmong Sebagai Tersangka, Polisi Dinilai Arogan
Redaktur & Reporter : Soetomo