Filep: Ironi di Hari Perdamaian Internasional, Papua Masih jadi Ruang Militerisme

Selasa, 21 September 2021 – 20:11 WIB
Senator asal Papua Barat Filep Wamafma. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Senator asal Papua Barat Filep Wamafma mengajak semua kalangan untuk menilik kembali peristiwa yang terjadi di Tanah Papua di momentum Hari Perdamaian Internasional yang diperingati tiap 21 September.

Peristiwa terbaru yaitu penyerangan yang terjadi di Puskesmas Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, yang melibatkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pada Senin (13/9).

BACA JUGA: Terima RPP Otsus Papua, Filep: Kami Perjuangkan Aspirasi Daerah

Menurut Filep, Hari Perdamaian Internasional tersebut mengandung harapan lahirnya tatanan dunia tanpa senjata, saling menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) demi peradaban yang humanis.

“Tapi suara tembakan senjata antara TPNPB OPM dengan TNI dan Polri masih menjadi 'nyanyian' di Tanah Papua," kata Filep, Selasa (21/9).

BACA JUGA: DPO Terduga Teroris OPM Gumanggup Enumbi Tertangkap, Perhatikan Tampangnya

Filep menyampaikan, kerinduan masyarakat akan kedamaian dan kehidupan tanpa ketakutan masih menjadi cita-cita sebagian Orang Asli Papua (OAP) yang terdampak konflik.

"Karena itu, ajakan untuk menyuarakan perdamaian masih sangat relevan para Hari Perdamaian Internasional 2021 ini,” ujarnya.

BACA JUGA: PON XX Papua Jadi Tonggak Awal Sejarah E-Sport di Indonesia

PBB mendeklarasikan 21 September sebagai hari yang dikhususkan untuk memperingati dan memperkuat cita-cita dunia perdamaian, baik secara internal negara maupun antarbangsa-bangsa.

Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia tentu saja ikut berkomitmen menciptakan perdamaian.

“Ironi di Hari Perdamaian Internasional adalah Ketika Papua masih menjadi ruang militerisme," kata Filep.

Mantan anggota KPU Provinsi Papua Barat ini menyampaikan siklus kekerasan di Papua tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara lama, seperti melalui pendekatan militer.

Hal itu karena tidak membuahkan hasil maksimal seperti yamh terjadi selama ini.

“Dalam pandangan saya, sejak awal operasi militer menjadi pilihan utama, hal itu memang berpotensi menjadi bumerang,” tegas Filep.

Akademisi STIH Manokwari ini seringkali menyuarakan kepada pemerintah agar menarik pasukan militer yang diterjunkan ke Tanah Papua.

Menurut Filep, pendekatan budaya dan dialog adalah salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk mengurai konflik yang terjadi.

Melalui momentum Hari Perdamaian Internasional itu, doktor alumni Unhas Makassar itu mengajak para pemangku kepentingan untuk menerapkan strategi pengarusutamaan perdamaian dalam setiap sektor pembangunan di Papua.

Atas dasar itu, maka diharapkan setiap kebijakan yang dilakukan telah melalui proses partisipatif dan aspiratif.

Dia mencontohkan, proses pembangunan yang partisipatif bermakna bahwa masyarakat adat dilibatkan dalam pengambilan kebijakan strategis, misalnya di bidang pertambangan, investasi.

"Pelibatan ini bukan sekadar pelengkap, melainkan harus sebagai syarat utama bagi lolosnya pertambangan atau investasi," tegasnya.

Filep menegaskan, masyarakat adat harus dinomorsatukan dalam pengambilan keputusan pembangunan, karena di situlah letak dari humanisasi investasi.

"Pemerintah pusat tidak boleh sebelah mata dan tidak mendengarkan program pembangunan apa yang urgen bagi masyarakat Papua," kata Filep lagi. (mrk/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wapres Sebut 2 Pendekatan Penting Untuk Penyelesaian Masalah Papua


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler