Filipina Sebut Pasutri Indonesia Pengebom Katedral Jolo, Apa Buktinya?

Sabtu, 02 Februari 2019 – 08:09 WIB
Kondisi Katedral Jolo usai ledakan bom kembar yang diduga merupakan ulah kelompok militan Abu Sayyaf. Foto: Armed Forces of the Philippines (AFP)

jpnn.com, MANILA - Investigasi Filipina terhadap insiden bom bunuh diri di Katedral Bunda Maria dari Gunung Karmel di Jolo berlanjut. Kemarin, Jumat (1/2) Menteri Dalam Negeri Eduardo Ano mengumumkan bahwa pelaku ledakan yang menewaskan 22 orang pada Minggu (27/1) itu adalah orang Indonesia. Mereka adalah sepasang suami istri.

Ano tidak menyatakan bahwa pasutri Indonesia tersebut anggota militan Abu Sayyaf. Tapi, menurut dia, pasutri yang tidak disebutkan namanya itu mendapatkan banyak bantuan dari kelompok radikal yang berafiliasi dengan Islamic State (IS) alias ISIS.

BACA JUGA: Gereja dan Masjid Diserang, Filipina Waspadai Upaya Adu Domba

''Saya yakin dua pelaku tersebut orang Indonesia,'' ujarnya sebagaimana dikutip Reuters.

Kepada media, Ano mengungkapkan bahwa informasi itu didapatkannya dari para saksi. Juga sumber yang dirahasiakan. Tidak diketahui bagaimana aparat bisa menyimpulkan dua pelaku tersebut adalah pasutri Indonesia. Tidak ada keterangan apa pun tentang paspor atau kartu identitas yang tertinggal di lokasi ledakan.

BACA JUGA: Referendum Bangsamoro

Ano menegaskan, di Filipina serangan bom bunuh diri yang menarget tempat ibadah sangat jarang terjadi. Tapi, bukan itu yang membuat dia langsung yakin bahwa pelaku pengeboman adalah warga negara asing.

Awalnya, tim penyelidik menyatakan bahwa dua bom yang membuat sedikitnya 111 orang terluka tersebut diledakkan dari jarak jauh. Bom itu dipicu dengan remote dari luar katedral.

BACA JUGA: Setelah Bom Katedral, Sekarang Masjid Filipina Dilempari Granat

Tapi, pernyataan tersebut lantas berubah pada Selasa (29/1). Tepatnya setelah Presiden Rodrigo Duterte mendatangi lokasi kejadian. Dalam kesempatan itu, dia menyebut penyebab ledakan adalah bom bunuh diri.

Sayang, saat polisi tiba di lokasi kejadian pada Minggu, katedral dan sekitarnya sudah tidak steril. Kondisi tersebut membuat aparat tidak bisa cepat-cepat menarik kesimpulan.

Kemarin Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana menguatkan pernyataan Duterte. Menurut dia, menaruh bom di dalam gereja sangatlah sulit. Sebab, ada pengecekan keamanan oleh petugas pada pintu masuk. Jadi, yang lebih memungkinkan adalah alat peledak direkatkan ke tubuh.

''Berdasar penyidik forensik, bagian tubuh (yang meledak, Red) itu milik dua orang. Satu orang di dalam dan satu lagi di luar,'' tegas Lorenzana.

Serangan bom tersebut kembali memunculkan ketakutan penduduk tentang sejauh mana pengaruh ISIS di Asia Tenggara. Juga daya tarik Mindanao bagi para ekstremis asal Malaysia, Indonesia, dan negara-negara Asia lainnya.

Sejak serangan militan di Marawi Mei 2017 sampai sekarang, Mindanao masih berstatus darurat militer. (sha/c22/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bom Katedral Filipina Membuka Luka Lama


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler