Fitra Arda Sebut Sejumlah PR Setelah Pantun Indonesia Diakui UNESCO

Rabu, 10 Februari 2021 – 23:22 WIB
Lokakarya daring mengulas rekam jejak perkembangan pantun di Indonesia. Foto: tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - UNESCO telah menetapkan pantun sebagai warisan budaya takbenda pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paris, Perancis.

Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Fitra Arda menyatakan, setelah penetapan, masih ada yang mesti dilakukan demi melestarikan budaya bangsa ini.

BACA JUGA: Kepulauan Riau Pengin Gunakan Ikon Negeri Pantun Warisan Dunia

Fitra menyebut, aspek perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan perlu diperhatikan sebagai tindak lanjut ditetapkannya pantun sebagai warisan budaya takbenda.

“Penetapan itu momentum awal pantun dihargai dunia internasional. Namun, langkah berikutnya, bagaimana tata kelolanya ke depan. PR kita adalah bagaimana mewariskan kepada generasi berikutnya," ungkap Fitra dalam lokakarya koleksi langka Perpustakaan Nasional RI bertema 'Rekam Jejak Perkembangan Pantun di Indonesia' secara daring, Rabu (10/2).

BACA JUGA: Pantun Indonesia Diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Senada itu, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas Ofy Sofiana menjelaskan, Perpusnas berupaya mengenalkan pantun melalui koleksi yang dimilikinya.

Dikatakannya, melalui lokakarya, Perpusnas sebagai lembaga yang memiliki koleksi langka dan memuat karya pantun anak bangsa, berkontribusi dalam melestarikan warisan kekayaan budaya bangsa Indonesia.

BACA JUGA: UNESCO: Turki Tidak Bisa Seenaknya Mengubah Hagia Sophia Jadi Masjid

Keberadaan pantun dalam budaya Indonesia terekam kuat dalam koleksi-koleksi langka Perpusnas. "Pantun bisa ditemui dalam naskah kuno, surat kabar langka dan majalah langka, juga buku langka yang dijaga kelestariannya oleh Perpustakaan Nasional RI," paparnya.

Ofy menambahkan keberadaan koleksi langka Perpusnas tersebut, beserta berbagai konten berharga di dalamnya, perlu diekspos kepada seluruh segmen masyarakat, sehingga bisa dikenal dan dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang Ardoni menjelaskan, pantun ditemukan dalam kehidupan suku bangsa di nusantara dengan berbagai istilah. Namun karena bersifat lisan, dokumentasinya sangat sedikit.

“Makanya di Perpustakaan Nasional, ini termasuk dalam urusan koleksi langka, memang benar-benar langka. Kenapa langka? Ya dari zaman dulu tidak dituliskan, bahkan sekarang pun masih jarang yang dituliskan,” tegas Ardoni.

Pantun sebagai bagian dari budaya bangsa harus dilestarikan. Menurut Praktisi Audio Visual dan Media Sosial Kementerian Komunikasi dan Informatika Dimas Aditya Nugraha, diperlukan cara inovatif untuk memasyarakatkan pantun. Untuk menarik minat generasi milenial, media sosial bisa menjadi pilihan utama. 

“Penting untuk menjaga pantun dengan membuat ekosistem yang baik,” ujarnya.

Peneliti Pusat Studi Budaya dan Laman Batas Universitas Brawijaya, F. X. Domini B. B. Hera, atau yang lebih dikenal dengan Cak Sisko mengharapkan varian pantun dari Sabang sampai Merauke dapat menjadi warisan budaya takbenda di masing-masing wilayah tersebut.(esy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler