jpnn.com, PONTIANAK - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Barat mendorong moderasi beragama di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Kami mempunyai tanggung jawab menyampaikan gagasan berbangsa dan bernegara secara baik,” kata Ketua FKUB Kalimantan Barat (Kalbar) Ismail Ruslan di hadapan lebih dari 250 peserta Webimar bertema “Pengarusutamaaan Moderasi Beragama” pada Senin (15/3/2021).
BACA JUGA: Simak, Saran Romo Benny Untuk Atasi Banjir di Jakarta
Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kalimantam Barat Hermanus yang mewakili Gubernur Kalimantan Barat menjelaskan keragaman adalah pemberian dari Tuhan yang perlu dijaga.
“Terwujudnya umat beragama yang rukun merupakan cita-cita bersama dan perlu dijaga termasuk di Kalimantan Barat,” ujar Hermanus.
BACA JUGA: BPIP Apresiasi Cara Ganjar Mengenalkan Pancasila pada Masyakarat
Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak Syarif menjelaskan negara ini dibangun oleh orang yang beragama sehingga tidak boleh ada penganut agama yang merasa lebih berhak tinggal di Indonesia.
“Tidak boleh ada satu pun penganut agama yang lebih herhak hidup di Indonesia,” ujar Syarif.
BACA JUGA: Dialog Kebangsaan bersama FKUB, Bamsoet Ajak Pererat Kerukunan Antarumat Beragama
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo juga menanggapi internasional nilai agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Benny, nilai agama harus menjadi inspirasi batin. “Nilai-nilai agama harus menjadi inspirasi dalam kehidupan dan menjadi nilai etis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Benny.
Benny menegaskan internalisasi harus dihayati dalam kehidupan.
“Keragaman menjadi modal dalam membangun kerukunan dalam kemajemukan,” ujar Benny.
Benny menyebut di era digitalisasi ini penuh dengan kebisingan. Masyarakat dilanda oleh kebisingan.
“Di dalam era digitalisi ini konten penuh dengan kebisingan. Masalah adalah kemanusiaan yang tereduksi dengan teknologi. Orang bergerak tanpa rasa kemanusiaan dan hanya merespons secara spontan tanpa dipikirkan,” ujar Benny.
Plt. Kepala Pusat Masyarakat dan Budaya (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ahmad Najib Burhani mengatakan mengarutamakan moderasi beragama adalah berangkat dari pragmatif ke implementatif.
Permasalahan intolerasi yang sekarang terjadi di Indonesia adalah sikap intolerasi yang dianggap kebajikan.
"Sikap intolerasi kadang dianggap kebajikan. Seperti pemaksaan pemakaian jilbab yang dianggap panggilan keagaman. Padahal agama tidak boleh dipaksakan apalagi beda keyakinan,” ujar Ahmad.
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad menjelaskan moderasi beragama harus diperkuat.
“Bangsa Indonesia mempunyai modal sosial historis untuk menjadi bangsa yang toleran dan moderat,” ujar Rumadi.
Rumadi juga menambahkan agama dan budaya saling menopang dan tidak dipertentangkan.
"Agama dan budaya saling menopang dan tidak dipertentangkan,” ujarRumadi.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich