FLAIPPP Tolak Larangan Penggunaan Plastik Kemasan

Selasa, 09 Juli 2019 – 21:21 WIB
Diskusi bertema Pengembangan Industri Plastik dengan Berorientasi pada Lingkungan di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (9/7). Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) menolak peraturan pemerintah, baik pusat maupun daerah terkait pelarangan penggunaan plastik kemasan.

Para pelaku industri produsen dan pengguna plastik itu menilai aturan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Perundangan Persampahan. Di samping tidak tepat sasaran karena akan merugikan masyarakat (konsumen).

BACA JUGA: Pemerintah Usul Cukai Kantong Plastik Rp 30 Ribu Per Kg

Rachmat Hidayat yang mewakili APINDO mengatakan, plastik kemasan produk industri (makanan, minuman, farmasi, minyak, kimia, dan sebagainya) tidak dapat dipisahkan dari produk yang dikemas di dalamnya.

“Jadi melarang peredaran plastik kemasan produk berarti melarang peredaran produk yang dikemas dalam plastik kemasan tersebut,” katanya dalam acara Focus Gorup Discussion (FGD) bertema “ Pengembangan Industri Plastik dengan Berorientasi pada Lingkungan” di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (9/7).

BACA JUGA: Kantong Plastik Tidak Gratis Dinilai tak Efektif

BACA JUGA: 1 Lagi Gerai Giant Bakal Tutup, Ada Diskon Besar-besaran

Padahal, menurut Rachmat, produk-produk tersebut sudah dikendalikan dan diawasi oleh kementerian/lembaga yang terkait sesuai dengan sektornya masing-masing.

BACA JUGA: Para Penjual Kantong Plastik Sebaiknya Siap – siap Saja

Contohnya produk makanan dan minuman serta farmasi berada di bawah pengawasan BPOM dan Kementerian Kesehatan. Sedangkan produk pestisida berada di bawah pengawasan Kementerian Pertanian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ITB, dan Solid Waste Indonesia (SWI) terhadap laju daur ulang sampah plastik, Indonesia sudah melakukan 62 persen daur ulang botol plastik. Angka tersebut bahkan terbilang tinggi jika dibandingkan dengan negara besar seperti Amerika yang hanya 29 persen, dan rata-rata Eropa 48 persen.

Jika pelarangan terhadap plastik kemasan ini terus berlanjut, hal itu akan sangat berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Karena, mau tidak mau, itu akan sangat berdampak terhadap industri yang banyak menggunakan wadah dari plastik.

Salah satunya adalah industri makanan dan minuman (mamin) yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDB Non Migas Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilainya mencapai 19,86 persen atau Rp 1.875.772 miliar pada 2018 dan tumbuh sebesar 7,91 persen pada akhir 2018.

Dampak lanjutan dari penurunan pertumbuhan industri mamin dan kemasan plastik jelas akan berpotensi menurunkan jumlah lapangan kerja nasional secara signifikan. Data BPS 2014 menunjukkan tenaga kerja langsung pada industri mamin ini sebanyak 3.887.773 orang.

Hal ini tentu saja akan menjadi beban bagi pemerintah dan ekonomi nasional. Karena, berdasarkan data INDEF dan BPS 2015, dari sisi penerimaan negara, penurunan pertumbuhan industri mamin sebesar 1,76% akan berpotensi menurunkan penerimaan sekitar Rp 6,79 triliun.

Apalagi dengan adanya rencana pengenaan cukai pada plastik kemasan industri, jelas ini akan semakin memukul industri yang jelas-jelas menjadi penyumbang tertinggi bagi PDB ini.

Pelaku industri mamin juga menilai kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengenaan cukai menurut peraturan perundangan dan tidak tepat sasaran. UU Cukai menyebutkan, barang yang dikenai cukai adalah barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik di mana konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negative bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan yang pemakaiannya perlu pembebanan pungutan Negara demi keadilan dan keseimbangan.

Jadi, pengenaan cukai terhadap plastik kemasan ini akan merugikan masyarakat (kunsumen produk industry). Selain itu juga akan menurunkan daya saing industri nasional.

Apindo juga melihat perlunya kehadiran Pedoman Cara Produksi Kemasan Pangan Plastik Poly Ethylene Terephtalate (PET) Daur Ulang Yang Baik dari pemerintah, dalam hal ini Kemenperin. “Pedoman itu tidak hanya akan mendukung komitmen kami pelaku industri kemasan plastik, tetapi akan memotivasi industri lain untuk menggunakan kemasan PET daur ulang sehingga dapat mengurangi timbunan sampah plastik kemasan,” kata Rachmat.

Rancangan Peraturan Pedoman itu dalam rangka mengoptimalkan penggunaan plastik kemasan dan upaya mengatasi sampah plastik, terutama pada industri makanan dan minuman. “Maka penting adanya perubahan mekanisme dalam menangani plastik sisa kemasan di masyarakat,” ujarnya lagi.

Di akhir diskusi, Taufik Bawazier menyampaikan kesimpulan bahwa persoalan utama di Indonesia bukan pada masalah penggunaan plastiknya, tapi pada pengelolaan sampah plastik yang masih sangat buruk. Padahal sampah plastik ini sebenarnya memiliki nilai ekonomi yang bisa menghidupi jutaan masyarakat.

“Jadi sirkular ekonomi dari sampah plastik ini jelas merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan sampah plastik. Salah satu implementasinya adalah penggunaan daur ulang kemasan plastik yang aturan hukumnya akan segera diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian,” pungkasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ade Yasin Ajak Masyarakat Kurangi Penggunaan Kantong Plastik


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler