Demikian antara lain inti laporan seperti yang diberitakan ABCnews, Selasa (25/8) waktu setempat, atau Rabu (26/8) dinihari WIB
BACA JUGA: Lima Bom Mobil Serentak Meledak
Dalam laporan itu antara lain disebutkan, bahwa sebanyak 1,8 juta orang dapat terinfeksi virus flu dalam musim ini saja, yang otomatis membutuhkan perawatan dari institusi kesehatan"Ini merupakan kemungkinan tak terhindarkan yang perlu kita antisipasi," ungkap Marty Cetron, Direktur Divisi Migrasi dan Karantina Global dari CDC (Center for Desease Control) - lembaga otoritas pengawasan penyakit di AS.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa dalam skenario terburuk, antara 60 hingga 120 juta warga AS bakal bisa jatuh sakit akibat flu tersebut, sementara 30 juta lainnya dapat terinfeksi kendati tak menunjukkan gejala penyakit
BACA JUGA: Warga New Jersey Tolak Ghadafi
Diperkirakan pula, antara 30 hingga 90 ribu orang bisa meninggal karenanya - angka ini lebih dari dua kali lipat rata-rata kematian tahunan akibat flu musimanWabah flu babi ini memang dipandang lain dari kasus-kasus flu lainnya
BACA JUGA: Turki Bantu Yunani Padamkan Api
Menurut Sekretaris Layanan Kesehatan dan Manusia AS, Kathleen Sebelius, hal itu terutama karena wabah flu tersebut sejauh ini lebih memberikan dampak buruk terhadap anak-anak dan dewasa usia muda, ketimbang golongan usia lain, serta sejauh ini "masih belum mempengaruhi para manula".Laporan tersebut juga memperkirakan bahwa peningkatan angka infeksi bakal mencapai puncaknya pada tanggal 15 Oktober mendatang, yang entah kebetulan atau tidak, sesuai dengan jadwal pendistribusian vaksin yang telah ditetapkanOleh karena itulah, pihak Gedung Putih pun menyarankan untuk mengantisipasi jadwal itu dengan mempercepatnya sekitar satu bulan - yang berarti bahwa vaksin maupun dosisnya yang masih dalam tahap ujicoba bisa saja segera digunakan.
Namun saran maupun langkah ini tidak disepakati oleh sejumlah pihak, terutama para pakar"Mencoba bergegas dengan menggunakan vaksin yang belum dikenal, belum terukur pula kuantitasnya, sama sekali tidak mengesankan bagi saya," ungkap Dr William Schaffner, salah seorang profesor bidang pengobatan preventif di Vandbilt University(ito/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Pendet, Indonesia Hanya Minta Klarifikasi
Redaktur : Tim Redaksi