jpnn.com, REJANG LEBONG - Polres Rejang Lebong, Bengkulu, mengamankan seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial FN (30) atas kepemilikan senjata api atau senpi ilegal rakitan jenis revolver pada Jumat (19/3).
Kapolres Rejang Lebong AKBP Puji Prayitno melalui Kasat Reskrim AKP Rahmat Hadi F mengatakan oknum ASN itu merupakan warga Kelurahan Dusun Curup, Kecamatan Curup Utara.
BACA JUGA: AM Tewas Saat Ditangkap, Polisi Sebut Tersangka Kabur dan Terjatuh
Petugas penyidik Polres Rejang Lebong melakukan pemeriksaan oknum ASN daerah itu atas kepemilikan senjata api ilegal, Jumat, 19/3,2021. (Foto ANTARA/Nur Muhamad)
BACA JUGA: Ssst, KPK Temukan Bukti Dugaan Suap Pajak di Kantor Jhonlin Baratama
Menurut Rahmat, FN ditangkap pada Kamis pagi (18/3) oleh personel intel Kodim 0409 Rejang Lebong dan kemudian diserahkan kepada petugas Satreskrim Polres setempat.
FN yang bekerja di salah satu kantor kecamatan di Rejang Lebong ketahuan menyimpan senpi secara ilegal usai cekcok dengan istrinya.
BACA JUGA: Pertamina Angkat Bicara soal Keterlibatan Ormas dalam Konflik Lahan di Pancoran
Bersamaan dengan percekcokan FN dengan istrinya, warga di sekitar lokasi mendengar suara tembakan senpi dari arah belakang rumah tersangka.
"Oleh warga kemudian dilaporkan kepada anggota Kodim 0409 Rejang Lebong," kata ucap AKP Rahmat di Rejang Lebong.
Mendapat laporan tersebut, petugas intel Kodim 0409/Rejang Lebong bergerak ke lokasi dan langsung mengamankan FN berikut satu pucuk senpi.
Di dalam senpi itu masih terdapat tiga butir amunisi aktif kaliber 9 milimeter, sedangkan satu butirnya lagi sudah ditembakkan.
FN sebelumnya sempat dibawa ke Makodim 0409/Rejang Lebong sebelum diserahkan ke Mapolres setempat guna penyidikan lebih lanjut.
Menurut AKP Rahmat, tersangka FN kepada penyidik mengaku sudah membeli senpi itu sejak tiga tahun lalu dari seseorang seharga Rp 1,5 juta untuk menjaga diri.
Atas perbuatannya, FN dijerat dengan pasal 1 ayat (1) UU Darurat No.12/1951, dengan ancaman pidana berupa hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam