jpnn.com - JAKARTA - Daya saing sektor industri perlu didorong untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat atas produk hijau, baik di pasar domestik maupun global. Salah satu upaya itu adalah melalui penciptaan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Berdasarkan data perusahaan industri peserta penghargaan industri hijau tahun 2022, apabila seluruh industri besar dan menengah di Indonesia menerapkan prinsip industri hijau, diperkirakan potensi penghematan energi mencapai 30.921 Terajoule (TJ) atau setara dengan Rp 9,8 triliun," tutur Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian Herman Supriadi dalam keterangannya, Rabu (11/1).
BACA JUGA: Demi Efisiensi, Fonterra Manfaatkan Cikarang Dry Port
Implementasi ekonomi hijau ini juga sejalan dengan salah satu isu utama yang diangkat dalam agenda Presidensi G20 Indonesia, yaitu transisi energi berkelanjutan. Kemenperin melakukan berbagai upaya strategis, seperti rutin memberikan penghargaan industri hijau kepada perusahaan yang kredibel.
Program Industri Hijau Indonesia dimaksudkan untuk mendukung pemerintah dalam transformasi menuju pembangunan industri yang berkelanjutan, menyelaraskan pertumbuhan industri dengan kelestarian lingkungan untuk kepentingan masyarakat secara luas dan ibu pertiwi.
BACA JUGA: Pupuk Kaltim Mulai Bangun Kawasan Industri di Fakfak Papua Barat
Selain itu, Herman menambahkan, potensi transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) sebesar 316.519 TJ, yang diperoleh melalui penggunaan panel surya, biomass, juga pemanfaatan limbah sebagai substitusi bahan bakar.
"Potensi penghematan air mencapai 8.335 juta meter kubik, setara dengan Rp 20 triliun yang diperoleh melalui upaya efisiensi air dan penggunaan air daur ulang dalam proses produksi,” ujarnya.
BACA JUGA: Kemenperin Sebut Penerapan Zero ODOL Picu Kenaikan Inflasi Tahun Ini
Salah satu penerima penghargaan tersebut adalah koperasi susu asal Selandia Baru, Fonterra, yang menjadi rumah bagi berbagai merek terkemuka, seperti Anchor, Anmum, dan Anlene.
Mereka meraih penghargaan industri hijau dari Kemenperin, karena dinilai memenuhi serangkaian persyaratan dan insentif keberlanjutan untuk membantu Indonesia menurunkan emisi karbonnya hingga 29 persen pada 2030.
"Menjadi pemimpin dalam keberlanjutan adalah salah satu pilihan strategis yang telah kami buat selagi mempersiapkan target 2030. Sistem berbasis padang rumput Selandia Baru telah membantu kami memberikan nutrisi produk susu rendah karbon untuk dunia," beber Operations Director Fonterra Brands Indonesia M. Ali Nasution.
Sebagai koperasi susu global, perusahaan berkomitmen untuk memimpin transisi ke emisi GRK nol bersih untuk nutrisi susu, mengadopsi dan berinvestasi dalam praktik memperbaiki lahan dan air, mengurangi limbah, melindungi kesejahteraan hewan.
Pada 2020, Fonterra Indonesia mengimplementasikan sistem tenaga surya pertama untuk Fonterra di Asia Tenggara dengan fasilitas manufakturnya di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Dengan mengutilisasi energi panas dari matahari, sistem ini menggerakkan antara 15 hingga 25 persen kebutuhan energi fasilitas manufaktur tersebut dan telah mengurangi emisi CO2 fasilitas manufaktur tersebut hingga lebih dari 424 metrik ton per tahun,” jelas Nasution.
Plant Manager Fonterra Brands Indonesia Mohammad Aslam menambahkan menjaga dan meregenerasi lingkungan di komunitas Fonterra bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan sendiri, tetapi dibutuhkan upaya kolaboratif.
Tahun ini,ujar Aslam, dengan adanya tantangan besar pandemi Covid-19, perusahaan terus berusaha mengurangi jejak karbon di pabrik.
Fonterra telah berhasil mencapai target 30 persen lebih pengurangan emisi karbon melalui pemasangan solar panel dan penggunaan lampu LED. Kemudian, juga telah mencapai 30 persen lebih pengurangan penggunaan air melalui pemanfaatan air hujan (rainwater harvesting) di pabrik. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Mesyia Muhammad