Formappi: Menata Politik Nasional dari Pinggiran

Rabu, 23 September 2015 – 18:36 WIB
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) Marwan Jafar.FOTO: RMOL

jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Tommy Legowo menilai, tanggung jawab masyarakat desa dalam mengontrol dan mengawasi pemerintahan desa harus diwadahi. 

Karena itu, pelaksanaan program penguatan kapasitas desa seperti kegiatan pendampingan, harus berorientasi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

BACA JUGA: Inilah Kenangan Terindah Ketua KPU tentang Bang Buyung

“Penataan politi nasional harus dimulai dari desa, hal ini bersejajaran/simetris dengan agenda prioritas strategis Nawacita yang digagas Presiden Joko Widodo,” tandas Tommy Legowo, Rabu (23/9).

Pandangan Tommy senada dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) Marwan Jafar.

BACA JUGA: Bekas Anak Buah Jokowi Ini Dihukum 5 Tahun Penjara, Jaksa pun Marah

Menurutnya, membangun Indonesia dari pingiran, daerah terpencil dan desa, sudah menjadi komitmen kerja pemerintah Jokowi-JK yang tertuang dalam nawacita ketiga. 

Kementerian Desa pun menjalankan tugas ini dalam kerja keras, apalagi baru kali ini desa dijadikan fokus utama untuk pembangunan nasional.

BACA JUGA: Ini Jumlah Korban Kereta Api Tabrakan di Juanda...

“Negara kita baru mulai menjadikan desa sebagai basis utama pembangunan, karena sebelumnya pembangunan itu dimulai dari pusat baru menetes ke desa. Karena itu, butuh kerja keras dan kejelian agar cita-cita desa membangun Indonesia bisa terwujud sesegera mungkin,” ujarnya.

Menteri dari Pati, Jawa Tengah ini membeberkan, potret tentang desa saat ini menunjukkan dari 74.093 jumlah desa di seluruh Indonesia, 27,23 persen berkategori desa tertinggal. 68,85 persen desa berkembang, dan hanya 3,91 persen desa maju. Problemnya lagi, pembangunan antara Indonesia Timur dan Indonesia Barat, khususnya Jawa, terjadi ketimpangan.

Mengacu pada data, lanjut Marwan, diketahui terjadi ketimpangan persebaran penduduk produktif antara kota dan desa secara signifikan. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010  sebanyak 237.641.326 jiwa, yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118 320 256 jiwa (49,79 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 119 321 070 jiwa (50,21 persen). Artinya potensi secara kuantitas, potensi Sumber Daya Manusia di Desa lebih besar dibandingkan di Kota.

Data juga memberi petunjuk tentang jumlah angkatan kerja di desa lebih banyak dibanding di kota, yakni sebesar 57,0 Juta. Angkatan kerja dalam hal ini adalah penduduk 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi, yaitu mereka yang bekerja, mencari pekerjaan, atau mempersiapkan usaha.

Namun, akibat rasio persebaran penduduk yang tidak merata, maka rasio ketergantungan masyarakat desa dan kota juga sangat timpang.

Di Desa, setiap 100 orang produktif (usia 15-64 tahun) menanggung 54-55 orang yang tidak produktif (usia 0-14 dan 65+). Sedangkan di kota setiap 100 orang produktif (usia 15-64 tahun) menanggung 45 orang yang tidak produktif (usia 0-14 dan 65+). 

“Artinya, beban ekonomi di desa lebih besar dari pada di kota. Inilah pekerjaan yang harus segera kami atasi,” ujar Marwan.

Marwan yakin bahwa dengan memacu pembangunan desa maka akan mencegah urbanisasi. Juga menjamin terlaksananya pemerataan perekonomian sekaligus mampu peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Jaksa Agung Ini Ungkap Kenangan Khusus Bersama Mendiang Bang Buyung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler