Forum Dialog G20 SVOC di Bali Rumuskan Strategi dan Kebijakan Minyak Nabati Global

Forum Dialog G20 SVOC di Nusa Dua, Bali

Kamis, 03 November 2022 – 22:13 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hadir secara virtual dalam forum G20 SVOC yang berlangsung di Nusa Dua Bali, Kamis (3/11). Foto: Dokumentasi Humas Kemenko Perekonomian

jpnn.com, NUSA DUA - Konferensi internasional G20 Sustainable Vegetable Oils Conference (G20 SVOC) di Nusa Dua Bali menjadi forum dialog terbuka untuk membahas dan merumuskan strategi untuk menghadapi tantangan rantai pasokan minyak nabati global.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir dalam forum dialog G20 SVOC tersebut,

BACA JUGA: Menko Airlangga Paparkan Pentingnya Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan di IPOC 2022

Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan pentingnya peran industri kelapa sawit bagi perekonomian dan dalam merespons tantangan iklim global.

Sebagai informasi, Indonesia merupakan penyumbang 85 persen pasokan minyak sawit global dan menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia.

BACA JUGA: Indonesia Dorong Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Minyak Nabati Secara Berkelanjutan

Dalam penyerapan tenaga kerja, industri kelapa sawit menyumbang lebih dari 17 juta tenaga kerja.

Keberadaan perkebunan kelapa sawit juga membantu pengembangan pusat-pusat ekonomi baru, terutama di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

BACA JUGA: Kecam Kebijakan Uni Eropa, Wamenlu: Minyak Nabati Lain Lebih Merusak dari Sawit

“Kita tahu bahwa minyak sawit telah menjadi minyak nabati yang paling efisien dan dapat memberikan jawaban atas krisis saat ini,” kata Menko Airlangga yang hadir secara virtual dalam forum G20 SVOC yang berlangsung di Nusa Dua Bali, Kamis (3/11).

Menko Airlangga juga menyampaikan konferensi internasional G20 SVOC juga dirancang untuk menjadi forum dialog terbuka untuk membahas dan merumuskan strategi untuk menghadapi tantangan rantai pasokan minyak nabati global.

Secara lebih rinci Menko Airlangga menjelaskan terkait beberapa keunggulan kelapa sawit, di antaranya minyak sawit sangat efisien dalam hal penggunaan lahan.

Kemudian perkebunan kelapa sawit secara signifikan mendukung pencapaian SDGs karena perkebunan kelapa sawit mampu menyerap 64,5 ton CO2 per hektare per tahun dan dapat menghasilkan 18,7 ton oksigen per hektare per tahun.

Dalam kesempatan itu, Menko Airlangga menyampaikan elah berbicara ke PBB beberapa waktu lalu bahwa Sekretariat CPOPC bertindak sebagai asosiasi antarpemerintah negara produsen yang bekerja untuk memastikan bahwa minyak sawit memang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Menko Airlangga juga mengapresiasi keberadaan Global Framework Principles for Sustainable Palm Oil (GFP-SPO).

Inisiatif tersebut membuka arah masa depan bagi sektor kelapa sawit untuk menjadi ujung tombak upaya keberlanjutan global, dengan menekankan, antara lain, praktik yang efisien, kepatuhan, dan inklusivitas

“Kelapa sawit merupakan industri yang berpusat pada rakyat," tegasnya.

Pemerintah, kata Menko Airlangga, juga memprioritaskan masyarakat dalam pengembangan industri kelapa sawit.

"Saya perhatikan Sekretariat CPOPC berusaha untuk terus melibatkan petani kecil. Sekitar empat puluh persen produksi yang memenuhi pasokan minyak sawit global dihasilkan oleh petani kecil. Hal tersebut akan membantu meningkatkan produksi minyak sawit untuk memenuhi permintaan global yang meningkat dan menawarkan stabilitas harga pangan,” papar Menko Airlangga.

Pada kesempatan tersebut Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa minyak nabati merupakan komoditas pangan yang tumbuh paling cepat dan permintaannya selalu lebih tinggi dari pasokan.

Dalam beberapa tahun terakhir, produksi minyak nabati rata-rata meningkat 5,7 juta metrik ton per tahun dan konsumsi meningkat sekitar 6,2 juta metrik ton.

Menko Airlangga menyambut baik tiga importir teratas dari zona Uni Eropa, yakni Belanda, Spanyol, dan Italia atas kepercayaannya terhadap penggunaan CPO yang efektif.

Dia menilai hal tersebut menunjukkan kesenjangan pemahaman antara pembuat kebijakan dan kebutuhan pasar di Uni Eropa.

Menurutnya, kesenjangan tersebut dapat diatasi jika platform dialog dibangun antara negara produsen dan konsumen.

"Kita perlu bergerak cepat dan tegas untuk bekerja sama dalam menghadapi masalah struktural pasar yang dapat memperburuk dampak buruk. Produsen dan eksportir minyak nabati harus berkontribusi dalam upaya tersebut,” jelas Menko Airlangga.

Menutup sambutannya, Menko Airlangga menyampaikan bahwa sebagai Presidensi G20, Indonesia menyerukan kepada semua anggota dan negara untuk mendorong langkah-langkah fasilitatif sehingga dapat pulih bersama dan pulih lebih kuat.

“Saya percaya bahwa tindakan ini harus diikuti oleh banyak orang, terutama produsen makanan, untuk memastikan kehidupan orang lain yang menjadi tanggung jawab semua orang,” tegas Menko Airlangga. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler