Founder GSM Optimistis MPLS Menyenangkan Solusi Mengatasi Perundungan & Kekerasan

Rabu, 12 Juli 2023 – 21:30 WIB
Pengamat pendidikan dan Founder GSM Muhammad Nur Rizal optimistis MPLS Menyenangkan bisa mengatasi kekerasan dan perundungan. Foto tangkapan layar zoom

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat pendidikan Muhammad Nur Rizal mengatakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS sangat penting.

Meskipun MPLS memiliki tujuan yang baik, dia menilai beberapa masalah umum juga dapat terjadi termasuk pengadaan MPLS di Indonesia. 

BACA JUGA: Viral Kasus Perundungan Anak di Bandung, Begini Info dari Kombes Budi

Beberapa kegiatan MPLS di sekolah juga dinilai menerapkan pendekatan yang terlalu kaku, fokus pada aturan atau tugas, bahkan mempertahankan budaya feodalistik senioritas-junioritas.

Belakangan ini, kata Nur Rizal, kekerasan yang berujung pada pembakaran sekolah dan kematian anak makin meningkat.

BACA JUGA: Mahfud Blak-blakan Ungkap Sosok Panji Gumilang dan NII

Dendam akibat perundungan di sekolah dan kurangnya perhatian guru telah menyebabkan kasus pembakaran sekolah dengan bom molotov oleh seorang siswa di Temanggung.

Selain itu, kematian seorang anak usia SD akibat stres karena perundungan oleh tiga siswa SMP mencerminkan budaya senioritas dan diskriminasi yang masih berlangsung. 

BACA JUGA: Selamat ya, Sudah jadi ASN Full Time, Bukan PPPK Paruh Waktu, Potong Kambing nih

Fenomena ini, ujarnya, makin merebak di era digital jika tidak dianggap serius oleh guru dan orang dewasa yang bertanggung jawab. Padahal, menurut data OECD pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2020 - 2035, siswa di Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibandingkan dengan negara lain, yaitu sebesar 41%. 

Dampak kekerasan tersebut menyebabkan siswa merasa sedih, takut, kehilangan motivasi untuk belajar atau membaca, bahkan kecenderungan membolos sekolah.

Lebih mengkhawatirkan lagi, para siswa merasa bahwa sekolah tidak memberikan perubahan positif dan pertumbuhan dalam hidup mereka. 

"Hal ini terbukti dari rendahnya tingkat minat siswa Indonesia untuk memiliki pola pikir berkembang (growth mindset) dan menganggap pendidikan sebagai hal yang penting, hanya sebesar 29% dibandingkan dengan 63% siswa di negara lain," tutur Nur Rizal dalam diskusi pendidikan secara daring dengan tema MPLS Menyenangkan, Rabu (12/7).

Melihat fenomena tersebut, Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini mengatakan perlu dibangun budaya baru di tahun ajaran baru melalui MPLS Menyenangkan.

Hal yang menyenangkan dijadikan dasar untuk menemukan antusiasme dan kecanduan siswa akan dunia sekolah. 

Rizal yakin apabila siswa dan guru menemukan fondasi mendidik yang menyenangkan, maka kasus-kasus patologi seperti bullying, kekerasan verbal, fisik, psikis, dan bahkan seksual, yang tingkat kekerasannya di Indonesia hampir dua kali lipat dari negara-negara lain berdasarkan survei OECD, dapat teratasi.

MPLS Menyenangkan ungkap Rizal, berfokus pada pendidikan memanusiakan di tahun ajaran baru. 

"Kami berusaha untuk melawan kekerasan dan budaya feodalistik senioritas dan junioritas yang berdampak buruk pada kemampuan adaptasi, kemauan berliterasi, dan growth mindset siswa baru,” terangnya.

GSM mengajak seluruh sekolah di Indonesia untuk bersama-sama memulai perjalanan baru untuk mengentaskan permasalahan kekerasan dan budaya feodalistik di sekolah melalui kegiatan MPLS Menyenangkan.

GSM ingin mengganti budaya baru dalam pendidikan dengan budaya meraki, yaitu melakukan sesuatu dengan sepenuh cinta dan jiwa, di mana guru-guru juga dapat menemukan makna meraki di dalam diri mereka.

MPLS Menyenangkan juga berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar positif bagi guru dan siswa, dengan kegiatan yang membangun perasaan dan pengalaman menyenangkan setiap siswa dalam menemukan passion dan talenta mereka.

"MPLS Menyenangkan memiliki 2M sebagai prinsip utama dan 3M sebagai prinsip pelaksanaan. 2M adalah Meraki dan Memanusiakan, sedangkan 3M adalah Mengenalkan dan Memaknai, Melibatkan seluruh pihak, serta Murah dan Menyenangkan," urainya. 

Dalam praktiknya, sambung Rizal, kegiatan ini juga mengaitkan dengan metode PLAY, yaitu tradisi kuno yang dapat mengeluarkan emosi pro-sosial manusia yang berdampak positif pada ikatan persahabat atau pengasuhan manusia.

Dalam metode PLAY terdapat ikatan, tantangan, dan saling memahami dalam menegakkan aturan permainan, sehingga tidak ada dominasi dan kesetaraan akan muncul.

Metode ini juga pada akhirnya akan berintegrasi dengan prinsip Melibatkan untuk dapat mengajak teman lain ikut bermain dalam kesepakatan yang dibangun bersama.

Prinsip Memaknai bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berefleksi, berkontemplasi, dan berinspeksi diri. Hal ini dapat melatih kesadaran diri untuk mengenali pikiran kita, dan bagaimana cara mengendalikan diri.

Selain itu, prinsip Mengenali dalam MPLS Menyenangkan bertujuan untuk mengenali apa yang ada di dalam diri dan luar diri kita. Pada akhirnya, siswa akan mengenali kelemahan dan kekuatan dalam diri mereka.

Minat dan bakat juga akan muncul sebagai upaya untuk menemukan tujuan moral hidup manusia yang berujung pada penemuan versi terbaik dirinya. MPLS Menyenangkan dipersiapkan untuk menjadi obat massal untuk pendidikan.

“Upaya untuk mengubah budaya lebih sering terfokus pada kurikulum, akademik, dan hal-hal pembelajaran. Namun, untuk menghilangkan kekerasan dalam sekolah dan menciptakan pendidikan memanusiakan, dibutuhkan obat massal yang diberikan kepada pendidikan, yaitu dengan menanamkan budaya meraki di tahun ajaran baru,” pungkas Muhammad Nur Rizal. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yorrys Sebut Munaslub Golkar Tidak Haram, Peringatan untuk Airlangga?


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler