jpnn.com - jpnn.com - Forum Peduli (FP) BUMN menduga ada mafia hukum yang bermain dalam perkara BUMN di bidang panas bumi PT Geo Dipa Energi (Persero) yang berniat mencaplok aset BUMN ini.
Karenanya FP BUMN meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengawasi sejumlah aparat hukum yang terlibat dalam persidangan seperti Ketua dan anggota majelis hakim Djoko Indiarto, Ferry Agustina Budi Utami dan Agus Widodo. Kemudian, Panitera Pengganti Tarmizi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novionnora, Dorkas Berlian.
BACA JUGA: KPK Dalami Pembelian Teknologi di BUMN
Koordinator FP BUMN Romadhon Jasn mengatakan KPK harus ikut memiliki tanggung jawab moral untuk menyelamatkan aset negara. “Karena ada upaya kriminalisasi yang berpotensi merugikan keuangan negara," kata Romadhon saat menggelar aksi demonstrasi di depan gedung KPK, Kamis (9/2).
Dalam aksi itu, Romadhon dan sekitar lima puluhan anggota FP BUMN mendesak KPK bertindak lebih proaktif, sehingga negara tidak terlambat dalam proses penyelamatan aset BUMN ini yang merupakan aset negara.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Please Waspadai Bu Rini Gerogoti Nawacita
Sejumlah poster bertuliskan "KPK Wajib Awasi Hakim dalam Kriminalisasi Geo Dipa", "Ada Kriminalisasi BUMN Panas Bumi, KPK Harus Turun Tangan", "Ada Potensi Kerugian Negara, KPK Diminta Awasi Persidangan" dibawa oleh peserta aksi.
Ada juga alat peraga aksi yang bertuliskan "Tindak Mafia Hukum, dalam Kasus Kriminalisasi Geo Dips", "Awas ada Kongkalikong Mafia Hukum dalam Krimunalisasi BUMN Panas Bumi", dan juga poster "Mafia Hukum Bermain dalam Perampokan Aset Negara".
BACA JUGA: Kok Bu Rini Pilih Orang Bermasalah untuk BUMN Penting?
Romadhon mengatakan, persidangan yang melibatkan Geo Dipa ini adalah upaya sistematis mafia hukum dengan modus kriminalisasi.
"Motifnya ekonomis yaitu pencaplokan aset BUMN, yang melibatkan aparat hukum dengan pengusaha hitam," tegas Direktur Institut Garuda Nusantara itu.
Menurut Romadhon, aparat hukum di atas sangat bertanggung jawab atas hilangnya aset BUMN yang paling tidak senilai Rp 2,5 triliun. Sehingga, KPK maupun pihak pemerintah lainnya seperti, Mahkamah Agung, Pengadilan, Komisi Yudisial dan Menkopolhukam harus memberikan perhatian terkait persoalan ini.
Permasalahan dalam perkara ini bermula dari sengketa perdata antara Geo Dipa dan PT Bumigas Energi sehubungan dengan pelaksanaan Kontrak. Di mana perjanjian tersebut telah dibatalkan oleh Badan Arbitrassi Nasional Indonesia (BANI) karena PT Bumigas Energi cidera janji (wanprestatie) tidak dapat memulai pelaksanaan kontrak.
Romadhon menilai berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum sesungguhnya perkara ini murni perdata yang dikriminalisasi.
Buktinya, sengketa kontrak di lingkup perdata yang merugikan Geo Dipa sendiri tapi kemudian bergeser masuk ke dalam ranah hukum pidana dengan pihak Geo Dipa yang diadukan.
Yang mengadukan adalah Direktur Bumigas saat itu Haryono Mulyawan, dan Direktur Bumigas sekarang David Randing melalui kuasa hukumnya Bambang Siswanto ke Bareskrim Polri.
Menurut Romadhon, Bareskrim serta Kejaksaan Agung pun seolah mendukung upaya kriminalisasi Bumigas ini.
Hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi siapa saja yang bermaksud merampok aset-aset BUMN maupun aset-aset negara lainnya dengan melakukan hal-hal yang sama yang dilakukan Bumigas.
Karenanya Romadhon mengatakan, jika majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum yang sebenarnya terjadi maka mereka pun harus turut bertanggung jawab atas hilangnya aset BUMN ini. Dan juga aset BUMN serta aset negara lainnya di masa datang.
Bukan hanya itu, dampak kriminalisasi ini juga sangat menggangu program pemerintah. Sebab, iklim usaha panas bumi di Indonesia sedang didorong pemerintah serta menjadi program vital yang menggerakan perekonomian nasional.
Seperti diketahui, Geo Dipa termasuk dalam salah satu bagian dari program pemerintah untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo dan saat ini telah ditetapkan sebagai salah satu obyek vital nasional.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi: Hati-Hati, Kejadian 2012 Ketemunya Sekarang
Redaktur & Reporter : Boy