FPI Dibubarkan, Fadli Zon Beri Komentar Panjang Lebar Begini

Rabu, 30 Desember 2020 – 22:51 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan bahwa pembubaran pelarangan aktivitas, penggunaan simbol dan atribut, serta penghentian aktivitas Front Pembela Islam (FPI) adalah pembunuhan demokrasi.

Mantan wakil ketua DPR ini menegaskan bahwa sikap pemerintah itu menunjukkan sebuah praktik otoritarianisme.

BACA JUGA: Rumah Pria yang Menikahi Dua Wanita Sekaligus Ini Tiba-tiba Didatangi Petugas, Oh Ternyata

"Saya tegaskan, pelarangan organisasi tanpa proses pengadilan adalah praktik otoritarianisme. Ini pembunuhan terhadap demokrasi dan telah menyelewengkan konstitusi," kata Fadli Zon, Rabu (30/12).

Fadli pun mengulas panjang lebar ihwal pembubaran FPI itu lewat video di akun Fadli Zon Official di YouTube yang dibagikan Rabu (30/12) malam.

BACA JUGA: FPI Dibubarkan, Munarman dkk Deklarasi Front Persatuan Islam

Dalam video itu, Fadli menjelaskan bahwa di penghujung tahun ini, tiba-tiba publik mendengar konferensi pers dari beberapa institusi mewakili pemerintah tentang pelarangan FPI.

Konferensi pers ini adalah tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

BACA JUGA: Berita Duka, Ferry Indra Cahyadi Meninggal Dunia, Kami Turut Berbelasungkawa

Di situ ada beberapa institusi seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen itu mengatakan FPI sudah ada sejak 1998.

Beberapa waktu lalu, ia mewawancarai Sekjen FPI Munarman tentang perjalanan organisasi ini selama 22 tahun.

Menurut dia, FPI merupakan organisasi sosial kemanusiaan dan dakwah, yang selama ini diganggap sebagian besar masyarakat sangat bermanfaat. "Terutama ketika terjadi bencana kemanusiaan dan bencana alam di berbagai tempat," katanya.

Menurut dia, salah satu yang paling monumental adalah ketika FPI turun dalam membantu penanganan bencana tsunami Aceh 2004, atau 16 tahun silam.

Sekarang organisasi ini kemudian  dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

Salah satunya alasannya karena tidak punya legal standing.

"Legal standing itu adalah tidak terdaftar di Kemendagri yaitu apa yang disebut Surat Keterangan Terdaftar (SKT)," katanya.

Menurut dia, persoalan SKT itu sudah menjadi polemik sejak Juni 2019. Ketika itu, kata dia, ada hambatan-hambatan sehingga membuat FPI tidak bisa memperpanjang SKT.

"Akhirnya mereka memutuskan tidak mendaftar," katanya.

Fadli menambahkan UUD NRI 1945,  menjamin kebebasan untuk berpendapat lisan maupun tulisan, berserikat, berorganisasi, berkumpul.

Menurutnya, ini adalah bagian dari jaminan dasar konstitusi terhadap hak-hak rakyat. Terutama yang menyangkut masalah hak demokrasi.

"Dengan adanya pelarangan ini tentu saja menimbulkan tanda tanya kenapa baru terjadi sekarang, kenapa tidak terjadi ketika Juni 2019?" ungkapnya.

Ia menambahkan kenapa  justru juga cukup banyak pejabat pemerintah yang mempunyai hubungan baik dengan pimpinan-pimpinan dan organisasi FPI.

"Kenapa itu terjadi? Kenapa diberlakukan sekarang? Jadi pertanyaan publik ada apa sebetulnya hingga enam kementerian lakukan SKB menghentikan organisasi ini seolah-olah ada sesuatu luar biasa," ujar Fadli.

Ia melihat bahwa ini adalah persoalan bagi perkembangan demokrasi. Ini adalah pembunuhan terhadap demokrasi dan hak-hak untuk berserikat atau berkumpul.

Dia mengatakan kalau melihat UU dan prinsip Indonesia adalah negara hukum, seharusnya tuduhan dan keberatan terhadap organisasi ini  dilakukan melalui keputusan pengadilan.

"Sehausnya pelarangan atau pembubaran atau penghentian organisasi bisa dilakukan melalui keputusam pengadilan. Sehingga masyarakat bisa meniai dan melihat secara translaran apa yang sebenarnya terjadi," ungkap Fadli.

BACA JUGA: Rumah Pria yang Menikahi Dua Wanita Sekaligus Ini Tiba-tiba Didatangi Petugas, Oh Ternyata

Dia berharap ada upaya-upaya hukum yang merupakan pembelaan dari organsiasi ini sehingga publik bisa melihat apa yang sesungguhnya terjadi dan tidak menjadi preseden bagi ormas lain. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler