Freeport Berniat Beli Listrik PLTA Sungai Mamberamo

Jumat, 26 September 2014 – 22:52 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Armando Mahler diperiksa sebagai saksi dalam ‎kasus dugaan korupsi pengadaan detailing engineering design Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Mamberamo 2009-2010. Dia mengaku Freeport siap membeli listrik dari proyek PLTA itu.

"Kita itu kalau sudah ada listriknya kita beli. Namanya beli kan enggak ada kontrak," kata Armando usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Jumat (26/9).

BACA JUGA: RUU Adpem Disahkan, Pejabat tak Bisa Sewenang-wenang

Armando keluar sekitar pukul 19.40 WIB. Menurutnya kalau proyek PLTA tersebut terealisasi akan memberikan keuntungan bagi Freeport dalam hal penyediaan listrik.

"Jelas terbantu karena harganya lebih murah. Kita kan pakai tenaga uap, batu bara, artinya dengan adanya program pemerintah itu bisa membantu rakyat di komunitas Timika, dengan harga listrik yang murah dan company kami juga itu," tuturnya.

BACA JUGA: Lima Daerah Ini Tak Terikat UU Pilkada

Soal pemeriksaan, Armando dicecar mengenai pengadaan detailing engineering design. Ia mengaku tidak mengetahui soal itu. "Saya kan tidak tahu menahu," ucapnya.

Armando mengaku pernah berkomunikasi dengan mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu. Namun dia menyatakan tidak ada transaksi dengan Barnabas. "Enggak ada transaksi," tandasnya.

BACA JUGA: Komisi VI DPR Setujui Pagu Anggaran 4 Kementerian

Seperti diketahui, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus itu.
Selain Barnabas, dua tersangka lainnya adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua 2008-2011 Jannes Johan Karubaba, dan Direktur Utama PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ) La Musi Didi.

PT KPIJ merupakan perusahaan swasta yang mengerjakan proyek senilai sekitar Rp 56 miliar itu. Diduga PT KPIJ melakukan penggelembungan harga proyek dan mempunyai hubungan dengan Barnabas.

KPK menjerat ketiga tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pasal itu mengatur tentang perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Atas perbuatan ketiganya negara dirugikan Rp 35 miliar. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dipanggil KPK, Bonaran Situmeang Mangkir


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler