Fungsi Survei Sebagai Konsultan Politik Harus Dipisah

Selasa, 28 Februari 2017 – 10:00 WIB
Diskusi IWD "Akurasi Survei dan Quick Count dalam Pilkada DKI Jakarta 2017" digelar di Jakarta, Senin (27/2). Paling kiri, Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo, Direktur Eksekutif InTrans Saiful Haq, Peneliti politik LIPI Irine Gayatri , Inisiator IWD Sudiarto dan Direktur Eksekutif IWD Endang Tirtana.

jpnn.com - jpnn.com - Direktur Eksekutif InTrans Saiful Haq mengatakan, fungsi survei sebagai kegiatan penelitian ilmiah dengan konsultan politik seharusnya tidak dicampuradukkan. Menurutnya fungsi tersebut harus dipisah agar bisa memberikan kesejukan dalam dinamika politik.

“Survei seharusnya merasionalisasi politik, meredam konflik elektoral. Sayangnya survei lebih banyak digunakan untuk melegitimasi keinginan politisi,” kata Saiful dalam rilis riset Akurasi Survei dan Quick Count dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 yang dilakukan Indonesia Watch for Democracy (IWD), Senin (27/2).

BACA JUGA: Tolak Pemimpin Zalim, Ormas-Ormas Jakut Pilih Dukung...

Dalam rilis tersebut, IWD menyebut tiga lembaga paling akurat, yaitu Indikator Politik Indonesia, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) dan Poltracking.

Direktur Eksekutif IWD Endang Tirtana merinci, akurasi ketiga lembaga survei yang dimaksud pada peringkat tertinggi, yaitu 3,50 untuk Indikator, 4,66 (SMRC), dan 5,84 (Poltracking). Angka tersebut didapat dari selisih hasil survei dengan real count KPU, dirata-rata selisih tertinggi dan terkecil.

BACA JUGA: Anies-Sandi Tetap Buka Pintu untuk Aetra dan Palyja

Saiful mengatakan, salah satu tantangan yang dihadapi lembaga survei adalah bersama berkontribusi terhadap penyelenggaran pilkada yang lebih baik. Apalagi menurutnya, pilkada DKI yang menyedot banyak perhatian menjadi barometer.

“Pilkada DKI ini barometer nasional, situasi di Aceh bahkan lebih baik dari yang dibayangkan sebelumnya,” tutur Saiful.

BACA JUGA: Molornya Pencetakan e-KTP Bikin Pilkada DKI Terganggu

Sementara itu, Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo meminta pengertian survei dikembalikan sebagai prediksi. “Hasil survei selalu bersifat sementara dan dinamis,” tegas Agus.

Di tingkat global bahkan lembaga-lembaga survei ternama di Amerika gagal memprediksi kemenangan Donald Trump. Menurut Agus, prediksi yang tidak akurat ini karena adanya kecenderungan responden yang merasa lelah.

Hasil survei sendiri baru akan teramplifikasi oleh media massa sehingga isunya menjadi besar. “Hasil survei kemudian menjadi realitas jurnalistik, karena itu peran media massa sangat penting untuk bersikap lebih kritis terhadap hasil-hasil survei,” pesan Agus.

Peneliti politik LIPI Irine Gayatri mengingatkan agar lembaga survei tidak apolitis. Dalam kasus Pilkada DKI, sekarang tersisa antara petahana dan penantang, lembaga survei bisa membantu kandidat menjawab persoalan seperti fasilitas publik.

“Lembaga survei juga bisa memetakan kesiapan teknis KPU sebagai penyelenggara pemilu serta kecenderungan kampanye negatif. Termasuk tabulasi kualitatif serta demografi pemilih, mencakup jenis kelamin, agama, dan ekonomi bisa dibaca melalui survei,” kata Irine.

Dari diskusi IWD tercatat ada tiga isu yang berkembang, yaitu transparansi dan akuntabilitas lembaga survei dalam hal pendanaan, tentang metodologi riset, dan etika lembaga survei ketika terlibat sebagai tim pemenangan.

“IWD didirikan untuk melindungi kepentingan publik dari efek destruktif data hoax yang dilancarkan lembaga-lembaga survei,” tegas Endang.

Selain tiga lembaga terbaik, IWD juga merilis tiga lembaga yang tidak akurat dalam melakukan prediksi. “Mereka adalah Lembaga Kajian Politik Indonesia (LKPI), Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, dan Grup Riset Potensial (GRP),” pungkas Endang.

Masing-masing tercatat paling tidak akurat memprediksi hasil Pilkada DKI, dengan rata-rata 10,55 (LKPI), 11,96 (LSI), dan 22,46 (GRP).

IWD diinisiasi oleh para pegiat demokrasi di Jakarta. Selain Endang, ada nama-nama seperti Sudiarto, David Krisna Alka, dan Ardherisa Marliza. IWD bekerja antara lain untuk memantau kinerja lembaga survei dalam rangka menguatkan kualitas demokrasi di Indonesia menjadi lebih programatik dan visioner.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendagri: Cuti atau Tidak Ahok-Djarot Tergantung KPU


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler