G3N Project x Studio Jeihan Hadirkan 64 Lukisan Karya Sang Maestro

Senin, 11 Desember 2023 – 18:01 WIB
Kolektor seni Daniel Jusuf menyumbangkan koleksi pribadi karya maestro lukis Jeihan untuk menambah koleksi Museum Puri Lukisan Ubud, Bali. Foto source for JPNN.com

jpnn.com, UBUD - G3N Project x Studio Jeihan sukses membuka perhelatan solo exhibition 64 karya maestro lukis Jeihan Sukmantoro di Museum Puri Lukisan Ubud, Bali, Minggu (10/12). 

Sambutan meriah dan ucapan selamat membanjiri pameran tunggal karya Jeihan. Jeihan bukan seniman sembarangan.

BACA JUGA: Debut Pameran G3N Project di ArtMoments Jakarta 2023, Homage untuk Basuki Abdullah 

Sosok pelukis figuratif itu dikenal luas masyarakat seni dalam dan luar negeri karena karya-karyanya yang luar biasa.

Sang maestro merupakan salah satu sosok penting dalam perjalanan sejarah seni rupa Indonesia modern. Tidak diragukan, karya-karyanya tak hanya dikoleksi kolektor seni Tanah Air, tetapi juga mancanegara.

BACA JUGA: 68 Lukisan Dipamerkan di Pameran dan Lelang Amal Bhinneka Tunggal Ika

Konsistensi melukis selama 50 tahun lebih dengan tehnik dan ciri khas figur “mata hitam” milik Jeihan sudah teruji oleh waktu dan menjadi koleksi wajib kolektor seni.

Pameran yang dihadiri berbagai seniman, pejabat daerah, dan kolektor seni dari dalam dan mancanegara itu bisa dinikmati pengunjung hingga 5 Januari 2024 mendatang. 

BACA JUGA: Komunitas Seni Kudus Apresiasi Pameran Lukisan dari Pena Mas Ganjar

Seluruh lukisan karya Jeihan yang merupakan koleksi dari G3N Project dan kolektor seni Daniel Jusuf tertata dengan rapi dan runtut, mulai dari karya terlama Jeihan sekitar tahun 1950-an, hingga yang terbaru karya 2016. Jeihan salah satu seniman yang semasa hidupnya rajin berpameran. 

Setidaknya, tercatat ada sekitar 100 pameran solo maupun kolektif mengikutsertakan karya Jeihan.

"Bisa dibilang pameran kali ini yang terlengkap. Kami menyebutnya, pameran retrospektif, di mana kita bisa melihat karya Jeihan di era sebelum figur dengan "mata hitam" muncul," kata General Manager G3N Project Andry Ismaya Permadi dalam keterangannya, Senin (11/12).

Dia melanjutkan ini sekaligus menjawab keraguan banyak orang, yang mengira jika tokoh "mata hitam" atau "black eye" karena ketidakmampuan Jeihan mengekspresikan objek lukisnya lewat mata.

Sosok "mata hitam" yang menjadi ciri khas pelukis kelahiran Surakarta, 26 September 1938 itu muncul di era sesudah 1965. Jauh sebelum itu, karya Jeihan yang realis ditampilkan dengan mata yang indah.

Jadi, Jeihan memang sengaja memunculkan sosok "mata hitam" sebagai bagian dari ciri khas karya-karyanya dan dianggap mampu lebih dalam mengekspresikan karya-karyanya.

Meski sempat dicibir orang, bahkan dihina banyak kalangan, pemilik nama Tionghoa Lim Tjeng Han itu tetap memegah teguh style melukisnya, hingga akhir hayatnya, pada 2019 silam.

“Jadi, jangan mengaku kolektor seni, jika belum mengoleksi karya Jeihan,” tegasnya.

Oleh karena itu, sebagai apresiasi terhadap Museum Puri Lukisan Ubud yang telah bersedia menjadi tuan rumah bagi pameran tunggal Jeihan, kolektor seni Daniel Jusuf turut menyumbang salah satu koleksi karya Jeihan miliknya.

Lukisan cat minyak berdimensi 98 cm x 80 cm karya 1969 itu diserahkan langsung kepada Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati untuk menjadi koleksi Museum Puri Lukisan Ubud.

Menurut Azasi Adi, anak kedua sang maestro, setidaknya ia ada tiga pendekatan filosofi di balik sosok manusia tanpa bola mata milik ayahnya. Jeihan konsisten menggambar manusia tanpa bola mata sejak usia 27 tahun.

Pertama, bahwa masa depan adalah misteri, tidak ada satupun orang di dunia ini yang bisa mengetahui masa depan mereka. Hitam juga berarti netral, tidak memihak salah satu. 

"Warna hitam di sini mungkin dipilih Bapak, terkait situasi politik saat beliau berkarya di zamannya, di mana politik masih bergejolak dan warna bisa diartikan sebagai keberpihakan terhadap satu kubu," terangnya .

Lalu yang terakhir, sosok "mata hitam" jika dikaitkan dengan isu lingkungan yang  makin lama dipenuhi polutan, mungkin nanti manusia di masa depan menutup mata mereka untuk menghindari radiasi, sambung Azasi Adi.

Sementara itu, bagi Jean Couteau, Jeihan merupakan salah satu maestro lukis Indonesia yang berhasil "mendobrak" pakem yang umum lahir di era itu. Ia tidak terjebak pada karya yang memfokuskan diri pada "identitas kelompok", seperti yang dilakukan seniman di masa itu, di era menuju kemerdekaan.

Jeihan dinilai unik, karena mampu menerjemahkan situasi politik saat itu, dengan konsep yang tak biasa. Sang seniman yang tutup usia pada 2019 lalu itu, tidak "terbawa arus" seperti pelukis lain kala itu yang mengangkat problematika politik, antusias memotret euforia kemerdekaan, sikap antipenjajah, dan karya yang menonjolkan spirit membangun persaudaraan, bahkan karya yang mengajak masyarakat untuk merayakan kebebasan sebagai bangsa merdeka. 

"Jeihan tidak memiliki antusiasme yang sama dalam mengekspresikan jiwa kolektif ini. Karena keyakinannya untuk menterjemahkan pemikirannya yang unik, kita jadi bisa mendapatkan satu gambaran yang berbeda tentang seni rupa Indonesia, hari ini," puji Kurator Seni Rupa Indonesia Jean Couteau, dalam pembukaan "Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian". (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler