Gabung Parpol Jelang Pemilu tak Bisa jadi Caleg

Minggu, 14 Agustus 2016 – 17:10 WIB
Diskusi bertema Pendidikan Politik Bagi Politisi Perempuan: Tantangan dan Prospek Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Demokrasi di Indonesia, di Hotel Atria, Jalan S.Parman Kota Malang, Jatim, Minggu (14/8). Foto: Ist for JPNN

jpnn.com - MALANG – Anggota Tim Pakar Pemerintah dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu DR. Dhani, membuka wacana agar syarat pencalegan di pemilu 2019 diperketat.

Yakni, seseorang bisa dipasang sebagai caleg harus sudah menjadi anggota parpol minimal satu tahun. Cara ini untuk menekan fenomena politisi pindah-pindah parpol alias kutu loncat.

BACA JUGA: Archandra Bisa Langsung Dicopot dari Kabinet Kerja, Ini Aturannya...

“Untuk mencegah kutu loncat yang tiba-tiba bergabung atau pindah-pindah parpol, maka perlu diatur bahwa yang dapat diajukan caleg oleh parpol disyaratkan harus memiliki kartu tanda anggota parpol minimal lebih satu tahun sehingga dipastikan yang diajukan caleg hanyalah para kader parpol yang telah berkeringat di parpol,” ujar DR.Dhani dalam diskusi bertema Pendidikan Politik Bagi Politisi Perempuan: Tantangan dan Prospek Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Demokrasi di Indonesia, yang digelar di Hotel Atria, Jalan S.Parman Kota Malang, Jatim, Minggu (14/8).

Acara digelar Direktorat Politik Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.

BACA JUGA: Sinergi BUMN, Meriahkan HUT RI ke-71 di Aceh

Plt Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri, DR. Bahtiar Baharudin yang hadir sebagai penyelenggara mengatakan, acara ini dihadiri unsur perempuan pengurus parpol, aktivis ormas perempuan, sejumlah anggota DPRD Kota Malang dari unsur perempuan, juga dari kalangan pemilih pemula yakni mahasiswi dan pelajar.

“Seminar juga menghadirkan dr.Juwita dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang,” ujar Bahtiar.

BACA JUGA: Telusuri Testimoni Fredi Budiman, TPFG Meluncur ke Nusakambangan

Dalam paparannya, Dhani juga menekankan pentingnya pendidikan politik, yang merupakan bagian dari agenda prioritas kemendagri, dalam hal ini Ditjen Polpum.

Kaitannya dengan peran perempuan di panggung politik, lanjut Dhani, tugas pemerintah adalah membuat aturan yang memungkinkan kaum perempuan mendapat akses yang siginifikan untuk bisa duduk di lembaga legislatif.

“Dan kader-kader perempuan yang menjadi pengurus parpol menjadi prioritas didorong menjadi angggota DPR dan DPRD. Bukan orang yang bergabung di partai menjelang pemilu,” terangnya. 

Dikatakan, UU PIleg saat ini tidak memungkinkan kader parpol diprioritaskan duduk menjadi legislator karena sistem suara terbanyak sehingga membuat siapa yang banyak uangnya itulah yang terpilih. 

“Maka solusi ke depan adalah pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup. Di mana pemilih akan memilih partai. Namun supaya publik mengetahui calon wakil rakyat maka tugas parpol melakukan sosialisasi calon legislatifnya.

Berkali-kali, Dhani menekankan pentingnya kaum perempuan didorong masuk menjadi anggota legislative, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Dia menyebut data, jumlah penduduk indonesiaa 55 persen adalah perempuan. “Namun perempuan yang terpilih jadi anggota DPR hanya 16 persen. DPRD provinsi perempuan hanya 14 persen dan DPRD kabupaten/kota perempuan hanya 12 persen. Hal tersebut merupakan anomali politik yang harus diatasi,” pungkasnya. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Archandra Pilih Ibu Pertiwi, Tolong Jangan Disudutkan Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler