jpnn.com, TEMANGGUNG - Gadis cilik bersinisial ALH, warga Dusun Paponan RT 02 RW 03, Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menjadi korban ritual mengusir genderuwo.
Bocah berusia tujuh tahun itu ditemukan tak bernyawa pada Minggu (16/5) dalam kondisi tubuh yang sudah mengering, tinggal kulit dan tulang.
BACA JUGA: Konon Bocah di Temanggung Itu Ditenggelamkan Sebelum Tewas, Ada Dukun dan Makhluk Gaib
Jenazah ALH diduga telah disimpan selama empat bulan oleh orang tuanya, pasangan Marsidi (42) dan Suwartinah (38).
“Minggu malam sekitar pukul 23.30, Polsek Bejen mendapat laporan tentang penemuan mayat di Dusun Paponan. Mayat tersebut berjenis kelamin perempuan, berinisial ALH, umur tujuh tahun. Saat ini, kami sudah mengamankan empat orang untuk diperiksa,” kata Kapolres Temanggung AKBP Benny Setyowadi, seperti dilansir Radar Semarang.
BACA JUGA: Bocah 7 Tahun di Temanggung Ditemukan Tewas, Tinggal Kulit dan Tulang di Dalam Rumah
Keempat orang yang diamankan itu ialah Marsidi dan Suwartinah, serta Haryono (56), warga Dusun Saren, Bejen, dan Budiono (43), warga Dusun Demangan, Bejen.
Dua nama terakhir adalah rekan orang tua korban. Haryono sendiri dikenal sebagai dukun.
BACA JUGA: Siapa Genderuwo yang Dimaksud Jokowi?
Informasi yang dihimpun Radar Semarang menyebutkan, ritual mengusir genderuwo yang menewaskan korban ini diketahui setelah bibi korban, Suratini, sebelum Lebaran lalu menanyakan keberadaan ALH yang sudah tak terlihat selama empat bulan.
Saat itu, orang tua ALH menyampaikan bahwa putrinya berada di rumah kakeknya, Sutarno, di Dusun Silengkung, Desa Congkrang, Kecamatan Bejen.
“Dia (Marsidi) mengatakan kalau ALH tidak mau diajak pulang, dan berada di rumah kakeknya. Awalnya, saya tidak curiga dengan kakak saya,” kata Maryanto, paman korban, yang juga adik Marsidi.
Maryanto bersama Suratini, lantas ke rumah kakek ALH, dan mendapatkan fakta bahwa korban tak ada di rumah kakeknya.
Merasa janggal, Sutarno, kakek korban, langsung menuju ke rumah Marsidi, anaknya, untuk menanyakan keberadaan cucunya.
Seperti diceritakan Maryanto, saat itu sang kakek sempat mendesak Marsidi untuk menunjukkan di mana keberadaan cucunya.
Dengan santai, orang tua korban langsung menunjukkan keberadaan ALH di kamar.
Saat sang kakek membuka pintu kamar, ternyata cucunya sudah meninggal. Badan ALH mengecil. Sutarno kaget bukan kepalang.
Kejadian itu langsung dilaporkan kepada perangkat desa setempat, dan diteruskan ke Polsek Bejen.
Polisi langsung datang ke lokasi kejadian dan mengamankan orang tua korban, Marsidi dan Suwartinah untuk dimintai keterangan.
Marsidi mengaku kalau dirinya tengah menjalani ritual untuk menyembuhkan putrinya yang dianggapnya keturunan genderuwo.
ALH memiliki perangai nakal dan tengah disembuhkan melalui ritual tersebut.
Marsidi juga mengaku, ritual yang dimulai pada malam hari pada Januari 2021 lalu itu atas suruhan dukun Haryono dan Budiono.
Polisi pun langsung mengamankan Haryono dan Budiono.
Adapun ritual dilakukan dengan menenggelamkan kepala korban ke bak mandi sampai tak sadarkan diri.
Setelah itu ALH dibawa ke kamar untuk ditidurkan dalam keadaan meninggal.
Orang tua korban percaya anaknya bisa dihidupkan kembali melalui bantuan dukun dan saat dibangunkan kembali ALH diyakini sudah tidak nakal.
Dalam ritual itu, korban dirawat seperti biasa selama sekitar empat bulan.
Selama Januari sampai Maret, Budiono memandikan jenazah korban dua kali dalam sepekan.
Sedangkan sejak April sampai sekarang, tubuh ALH dibersihkan dengan tisu oleh ibunya. Selama menjalani ritual itu, orang tua korban selalu merahasiakan kepada para tetangga dan famili.
Keluarga dan tetangga korban tidak menduga dengan adanya kejadian tersebut. Informasi dari warga setempat, selama ini korban ALH dikenal sebagai anak yang aktif, tetapi tidak nakal. Itu berbeda dengan pengakuan kedua orang tuanya.
Hasil penerawangan Dukun Haryono, badan korban sudah dirasuki genderuwo. Sehingga harus dibersihkan.
“Katanya kalau enggak (dibersihkan), nanti kalo besar akan memalukan orang tuanya. Juga membuat malu Desa Bejen,” kata warga yang enggan ditulis namanya.
Warga itu juga mengatakan, selama ini korban tidak pernah merugikan tetangga ataupun berbuat jelek.
"Korban menjalani terapi ditenggelamkan di bak mandi itu tidak hanya sekali, tetapi sudah beberapa kali. Kira-kira empat kali. Awal-awal diterapi badannya panas, baru yang terakhir pingsan dan meninggal,” katanya. (man/aro)
Redaktur & Reporter : Adek