jpnn.com - TAHER, 85, selama 15 tahun terbaring lemah di gubuk reyot di tengah sawah. Bertahan hidup dari belas kasihan para petani di Kelurahan Kapalokoto, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Dia sudah, lumpuh, dan hidup sebatang kara.
--------------------
BACA JUGA: Lobang Sewu Erorejo, Grand Canyon di Wonosobo...Yuuk ke Sana
SEBUAH gubuk berdiri pincang di tengah sawah. Udara terik menyungkup Kuranji. Siang kemarin, Padang Ekspres (Jawa Pos Group) menyambangi gubuk reyot Taher. Di luar gubuk tampak ember-ember berisi air, tumpukan kayu bakar, dan jerami.
Di dalam gubuk, Taher tengah bergolek mengenakan celana pendek. Gaek Taher, begitu masyarakat setempat menyapanya. Dia tak bisa berbuat apa-apa selain berbaring. Sudah hampir lima tahun Gark Taher mengalami kelumpuhan. Indra telinganya pun sudah terganggu, sehingga susah berkomunikasi.
BACA JUGA: Gara-gara Warisan, Pelawak ini Mendekam di Penjara
Sudah lebih 15 tahun kakek ini tinggal di gubuk miring itu. Awal menghuni gubuk tersebut, si gaek ditemani anak gadisnya. Sejak anak gadisnya dipinang orang setahun kemudian, Gaek Taher menjalani kehidupan seorang diri. Sejak itu, anak gadisnya tak pernah datang sekali pun.
Enam tahun lalu kehidupan Gaek Taher tidak seprihatin sekarang. Maklum, dia masih bisa berjalan meski tergopoh-gopoh. Kini ia cuma bisa merangkak. “Kadang, beliau ngesot pakai karung untuk buang air,” terang Anwar, 63, suami dari Ermawati, 60, keponakan Gaek Taher.
BACA JUGA: Belajar Bahasa Indonesia dari Susah Sebut R, Disiksa, Sampai Punya Pacar Cewek Bandung
Anwar dan Ermawati yang mengasuh Gaek Taher beberapa tahun terakhir. Mulai dari memandikan sampai menyediakan makan. Anwar hanya seorang buruh tani dan istrinya ibu rumah tangga. Perhatian Anwar tulus untuk mamak rumahnya itu. Dia sering menangis melihat kondisi Gaek Taher.
Gaek Taher ditinggalkan istrinya belasan tahun lalu akibat penyakit yang dideritanya. “Gaek Taher punya enak anak. Sudah beberapa tahun ini anak-anaknya tidak pernah mengunjungi si Gaek. Jangankan memberi beras, melihat saja ndak pernah,” ucap Anwar sambil menyeka air matanya.
Gubuk yang ditempati Gaek Taher sekarang dibangun masyarakat setempat. Beberapa bulan silam, warga menyumbang atap seng dan papan. Kemudian sawah yang berada di belakang gubuk diperuntukan buat Gaek Taher. Saat ini Anwar yang mengurusi sawah tersebut.
“Hasil sawah untuk makan si Gaek. Sawah tersebut hanya menghasilkan paling banyak lima karung padi,” terang Anwar.
Kehidupan keluarga Anwar juga bisa dikatakan sulit. “Kadang hanya nasi putih pakai garam saja untuk si Gaek, karena itu yang kami punya. Kami makan itu juga,” tutur Ermawati lirih.
Pernah suatu ketika, gubuk Gaek Taher terendam banjir arus deras. Si Gaek terperangkap di dalam rumah. “Terpaksa si Gaek digendong oleh anak saya,” ujar Ermawati.
Meski hidup menderita, Gaek Taher tetap tersenyum menyambut Padang Ekspres . “Mau apa ke sini, mau memberikan saya pesawat ya?” kelakar si Gaek sambil terbahak.
Kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan Pak Gaek ini adalah merokok. Asap rokok nipah mengepul dari bibirnya. “Orang-orang ke sawah selalu memberikan beliau daun nipah dan tembakau,” imbuh Anwar.
Para petani yang berladang di sekitar gubuk Gaek Taher selalu berbagi makanan. Terkadang ada yang membawakan martabak, gorek pisang, pical dan lain sebagainya.
Ali Akbar, Ketua RT 03 RW 2, pernah mengusulkan agar gubuk Gaek Taher mendapat program bedah rumah. Lantaran tanah tempat gubuk Gaek Taher sedang bersengketa, akhirnya batal dilakukan. “Tapi beras bantuan selalu kami utamakan untuk beliau,” terangnya.
Lurah Kapalokoto, Wirman mengaku banyak warganya yang mengalami nasib serupa Gaek Taher, tapi tidak telantar sendirian.
“Gaek Taher ini telantar karena anak-anaknya tidak ada yang mau mengurus. Untung masih ada keponakan beliau yang mau mengurus beliau,” terangnya. (cr13)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Ave Maria dan Adzan Mengalun Bersama, Oh Indahnya...
Redaktur : Tim Redaksi