BACA JUGA: SBY: Indonesia Swasembada Beras-Jagung Tahun Ini
Abdul Mukhtie Fadjar, anggota majelis hakim konstitusi mengatakan, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersifat mandiri dan nasional, maka lembaga ini memiliki otoritas untuk mengambil alih kewenangan yang ada di KPU tingkat bawahnya, dalam hal ini KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/KotaHanya saja, pengambialihan otoritas KPUD oleh KPU Pusat ini bisa dilakukan bila memenuhi syarat adanya tahapan tahapan pilkada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya
BACA JUGA: Dana BI Dianggap Uang Sahabat
Dengan kata lain, bila di tingkat lokal ada kekisruhan, KPU Pusat baru bisa mengambil alih, termasuk dalam hal penetapan pemenang pilkada.Abdul Mukhtie dalam sidang perkara sengketa pilkada Maluku Utara (Malut) mengatakan, sebenarnya yang dilakukan KPU Pusat saat mengambil alih penetapan pemenang pilkada Malut sudah ada dasar hukumnya, yakni Undang-Undang No 22 Tahun 2007 pasal 5 yang intinya menyebutkan bahwa KPU terdiri dari KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten atau Kota.
“Jadi, otoritas penuh KPU termasuk masalah pilkada karena KPU meliputi seluruh wilayah RI
BACA JUGA: Spiderman Taklukkan Gedung Ibu Kota
Sebenarnya, inilah yang dilakukan KPU Pusat terhadap kasus Maluku Utara,” terang Abdul Mukhtie di persidangan perkara tersebut yang digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (13/11).Seperti diketahui, MK menggelar sidang sengketa kewenangan lembaga negara KPU Malut melawan Presiden dalam hal penetapan calon Gubernur-Wakil Gubernur terpilihPerkara ini dimohonkan oleh Ketua KPU Malut Aziz Khairie melalui kuasa hukumnya, Bambang Widjojanto, Iskandar Sonhaji, dkkPemohon menganggap tindakan termohon yang menerbitkan Keppres No.85/P Tahun 2008 yang mengangkat pasangan Thaib Armaiyn-Abdul Gani Kasuba sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Malut telah mengambil dan/atau mengabaikan kewenangan konstitusi pemohon dalam menentukan pasangan calon terpilih.
Padahal, alasan pemohon, berdasarkan putusan MA No.03 P/KPUD/2008 tanggal 22 Januari 2008, pemohon telah melakukan penghitungan suara ulang pada 20 Februari 2008 yang menghasilkan pasangan Abdul Gafur-Abdul Rahim Fabanyo sebagai pemenang pilkada Malut. Sementara, Keppres tersebut, menurut pemohon, didasarkan pada hasil penghitungan ulang pada 11 Februari 2008 yang dilakukan oleh Ketua dan Anggota KPU Malut yang telah diberhentikan sementara oleh KPU Pusat
Pemohon meminta MK agar mencabut Keppres dan megesahkan usulan DPRD Malut tentang penetapan usulan pengangkatan Abdul Gafur-Rahim Fabanyto sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Malut, seperti tertuang dalam SK KPU Malut Nomor 23/KEP/PGWG/2008KPU Pusat sendiri pernah melakukan penghitungan ulang dan menetapkan Abdul Gafur-A Rahim Fabanyo sebagai pemenang.
Sidang Kamis (13/11) merupakan sidang pendahuluan, dengan kata lain, majelis konstitusi belum membuat putusan perkara tersebutBambang menjelaskan, Presiden tidak punya kewenangan untuk menetapkan pemenang pilkadaPenetapan pasangan calon terpilih merupakan kewenangan KPU. Sebagai lembaga yang mandiri, kata Bambang, KPU tidak bisa diintervensi pihak lain, termasuk Presiden sekalipun(sam/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Dur Puji Kesuksesan Program KB Orba
Redaktur : Tim Redaksi