Gagal Jadi Kartunis, Kepsek Eko Jatmiko Sukses di Bidang Pendidikan 

Selasa, 16 Agustus 2022 – 23:42 WIB
Eko Jatmiko, kepala SD Negeri 1 Bringkeng, Kabupaten Cilacap sebenarnya bercita-cita menjadi pembuat kartun. Namun, ilmunya kini bermaat untuk bidang pendidikan. Foto dok. Tanoto Foundation

jpnn.com, JAKARTA - Tanoto Foundation dan Pemprov Jawa Tengah berkolaborasi melalui program Jateng PINTAR yang salah satu tujuannya menata sistem pengelolaan pendidikan yang sehat.

Salah satu tenaga pendidik yang menjadi bagian dalam program tersebut ialah Kepala SD Negeri 1 Bringkeng, Kabupaten Cilacap Eko Jatmiko.

BACA JUGA: Kamaruddin Ungkap Kejadian di Magelang, Ferdy Sambo Tinggalkan Pesta, Bu Putr Happy

Eko merupakan sarjana pendidikan Guru Sekolah Dasar dari Universitas Terbuka dan lulusan S1 Teknik Komputer dari Akademi Manajemen dan Ilmu Komputer (AMIKOM) Yogyakarta.

Dengan dua bidang ilmu yang dimiliki, Eko punya metode unik dalam membantu kegiatan pembelajaran, terutama saat pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ilmu komputer yang dimilikinya sangat membantu kegiatan pembelajaran di era sekarang.

BACA JUGA: Di Hadapan Jokowi, Bamsoet Beber Ancaman Mengerikan Bulan Depan

"Sebenarnya cita-cita saya menjadi pembuat kartun (kartunis, red), tetapi tidak kesampaian," kata Eko Jatmiko kepada media di Jakarta, Selasa (16/8).

Namun, ilmu itu kini dia gunakan untuk mengelola PJJ selama pandemi. Apa yang dilakukan Eko merupakan metode yang tidak banyak dilakukan para guru, terutama di Jateng.

BACA JUGA: Banyak Pemda Mengajukan Surat Permohonan Penyelesaian Honorer, BKN Makin Optimistis

Terlebih saat ini masih jarang guru dengan latar belakang ilmu teknologi (IT) yang mengajar di SD. Eko pun merasa beruntung diberi kesempatan untuk mengaplikasikan ilmunya di sekolah.

Baginya, berani keluar zona nyaman merupakan hal yang harus dilakukan seorang guru untuk terus berkembang. Terkait dengan hal ini, dia mengungkapkan bahwa program PINTAR yang dijalankan Tanoto Foundation telah menyadarkan Eko untuk terus belajar dan tidak berpuas diri.

“Tanoto mengajarkan kami untuk menghidupkan suasana kelas dengan metode MIKIR,” kata Eko.

Melalui metode MIKIR, Eko menyadari selama ini dirinya kurang melibatkan peran anak-anak dalam proses pembelajaran. Namun, sekarang dia menempatkan anak sebagai pusat pembelajaran dalam kegiatan presentasi dan eksperimen.

Bagaimanapun, menjadi guru di masa kini dirasa lebih berat. Hal itu terlihat karena berhadapan dengan kemajuan teknologi dan kebebasan berekspresi.

Dia menyebut guru harus mampu mengawal anak-anak dalam memaksimalkan pergaulan dan kemampuan akademik.  "Anak seperti tidak terbiasa membaca buku tanpa diperintah guru," keluh Eko.

Jika tidak dilakukan perubahan, kurikulum apa pun tidak akan mampu menciptakan generasi anak seperti yang diharapkan oleh orang tua dan masyarakat.

Berawal dari tantangan tersebut, bapak tiga anak itu terus berupaya menciptakan solusi pendidikan guna mengajarkan anak agar tidak merepotkan orang tua dan menjadi pribadi yang berhasil.

Dalam upayanya tersebut, Eko dan rekan- rekan guru mengadopsi praktik baik yang diajarkan Tanoto Foundation dari pengalaman sekolah lain di berbagai daerah. Praktik baik tersebut meliputi kantin kejujuran, pembiasaan sholat, dan dongeng pagi.

Khusus untuk meningkatkan literasi, Eko memilih program Koin Literasi. Program ini berupa gotong royong anak dengan mengumpulkan uang seikhlasnya setiap minggu.

Tidak hanya itu, sekolah juga bekerja sama dengan penerbit untuk mendapatkan buku-buku dengan harga relatif lebih murah. Cara ini efektif sehingga dapat memaksimalkan jumlah buku yang dibeli meski dengan dana terbatas.

Sementara itu, Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation M Ari Widowati menuturkan pelatihan yang dilakukan telah menghasilkan kepala sekolah dan guru unggul atau fasilitator telah memberi banyak warna dalam kemajuan pendidikan di jantung Pulau Jawa.

Para fasilitator tersebut menjadikan kegiatan mendidik tidak hanya sekadar pekerjaan, namun juga pengabdian  untuk membawa perubahan.

“Semangat itu pun melahirkan komitmen kuat untuk  membangun lingkungan belajar yang sehat, berorientasi kepada siswa, agar menjadi  individu bernalar kritis, kreatif, mandiri, berkebinekaan, dan berakhlak," pungkas Ari Widowati. (esy/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler