jpnn.com - Wakapolri Komjen Syafruddin mengajukan usul membangun jaringan patroli siber guna mencegah radikalisme dan kejahatan trans nasional dalam acara ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime ke-11 (AMMTC) di Filipina, Selasa (19/9).
"Perlunya pertukaran informasi intelijen tentang kelompok radikal dan teroris serta membangun kerja sama antarsubnasional kawasan di perbatasan," kata Syafruddin melalui keterang yang diterima.
BACA JUGA: Posisi Indonesia Sangat Strategis di AMMTC Filipina
Syafruddin juga mengatakan, adanya sinergitas untuk membangun Satuan Tugas Patroli Siber untuk mendeteksi secara dini adanya aktivitas siber dan penyalahgunaan Internet guna penyebaran tindakan yang dikategorikan sebagai aksi terorisme.
Selain itu, Syafruddin juga memaparkan soal penanganan rise of radicalisation and violent extremism sebagaimana yang diamanatkan dalam UN Global Strategy to counter terorism, menerapkan hard dan soft approach.
BACA JUGA: Ini Strategi Kang Dedi Redam Fundamentalisme di Purwakarta
"Soft approach antara lain upaya deradikalisasi, counter narratives social media, pendayagunaan ormas keagamaan termasuk juga proses revisi legislasi nasional," jelas dia.
Syafruddin juga menjelaskan pendekatan plan of action to counter violent extremism yang dilaksanakan di Indonesia saat ini adalah pencegahan. Antara lain langkah deradikalisasi dan counter deradikalisasi, penegakan hukum, dan penguatan hukum nasional serta kemitraan dan kerja sama internasional.
BACA JUGA: Kapolri Apresiasi Halaqoh Ulama Terkait Radikalisme
Menurut dia, telah dilakukan trilateral meeting antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia di Manila pada Juni 2017. Kemudian, pelaksanaan subregional ministerial meeting di Manado pada Juli sebagai upaya Indonesia dalam kerjasama kawasan to counter violent extremism.
"Indonesia tetap berkomitmen dalam penanganan rise of radicalisation dan violent extremism," katanya.
Lebih lanjut kata dia, kemunculan aliran radikalisme selalu menerpa negara yang lemah dan rusak seperti yang menimpa beberapa negara di Timur-Tengah. Misalnya, tambah dia, ISIS yang tumbuh subur pada negara-negara yang gagal di mana pemerintahnya hancur dan sistemnya rusak maka ajaran radikal mudah untuk masuk.
Untuk itu, Syafruddin mengusulkan untuk mencegah paham radikal adalah memperkuat perekonomian negara. Menurut dia, orang bertindak radikal karena sudah putus asa, kehidupannya susah, kebanyakan mereka yang menjadi teroris dari kalangan ekonomi lemah.
"Makanya ekonomi harus kuat supaya aliran radikal tidak laku," pungkas dia. (Mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ancaman Bom Gegerkan Ibu Kota Rusia, Puluhan Ribu Dievakuasi
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga