jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi mengatakan, Jepang merupakan salah satu negara yang mengelola bonus demografi dengan baik.
Bahkan, menurutnya, di Jepang, di tengah penurunan angkatan kerja ekonominya tumbuh mengagumkan mengalahkan Amerika dan Eropa.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Bersiaplah, 51 Ribu PPPK Demo Besar-besaran, Pujian WHO untuk Indonesia
Hal ini disampaikan Bursah dalam diskusi yang diselenggarakan DPP PGK bertajuk 'Peran Pemuda Sebagai Tulang Punggung Pemanfatan Bonus Demografi, Tantangan dan Peluang Ekonomi dalam Menyongsong Indonesia Emas pada Tahun 2045' di Jakarta.
Menurut Bursah, angkatan kerja di Jepang saat ini satu orang menanggung dua orang. Sementara di Indonesia, dua orang angkatan kerja menanggung satu orang usia nonproduktif.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Angin Segar untuk Honorer K2? Kantong Plastik Rp 10 Ribu
Artinya, Jepang sudah melewati ledakan bonus demografi tetapi ekonominya tetap stabil meskipun penduduk usia non-produktifnya saat ini sedang tinggi-tingginya.
“Ini yang membuat dunia kaget, di saat deflasi permanen dan di tengah penurunan tenaga produktif, kok ekonomi Jepang tumbuh mengagumkan, padahal sekarang puncak-puncaknya Jepang didominasi usia 75 tahun sampai 90 tahun,” ucapnya.
BACA JUGA: Bupati Akui Guru Honorer Kerja Bertahun-tahun, Gaji Rp 300 Ribu per Bulan
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE Indonesia) Muhammad Faisal. Dia bahkan menyimpulkani Jepang sudah lulus jadi negara maju.
"Sekarang pendapatan perkapitanya hampir USD 40.000, sedangkan kita (Indonesia) baru sekitar USD 3.900. Jadi gaji kita ini 1/10 orang Jepang,” ucapnya.
Dijelaskan Faisal, Jepang mengalami bonus besar demografi pada 1990-an atau sekitar 30 tahun yang lalu. Sementara Indonesia baru memasuki bonus demografi di 2020.
“Pertanyaannya, bisakah Indonesia seperti Jepang pada 30 tahun mendatang? Memang mesti optimistis, tetapi kalau saya ditanya sebagai peneliti secara realistis saya katakan berat.Tetapi kita masih punya waktu untuk menaikkan pendapatan menuju negara high income yaitu 12.055 USD,” kata Faisal.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan, Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum bonus demografi. Jangan seperti Brasil dan Afrika Selatan yang cenderung dianggap gagal memanfaatkannya.
“Periode bonus demografi di Brasil dimulai awal 1970-an dan berakhir pada 2018 yang lalu. Brasil dianggap gagal mempersiapkan diri sejak awal periode bonus demografi dimulai,” ucapnya.
Resesi ekonomi yang terjadi di Brasil telah banyak mempengaruhi sektor formal sehingga pemerintah lebih memprioritaskan alokasi sumber daya untuk kebutuhan jaring pengaman sosial dan pensiun.
Hal tersebut mengakibatkan defisit anggaran yang sangat besar, sehingga Brasil tidak mampu mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk penyediaan akses pendidikan yang berkualitas, infrastruktur, kesehatan dan penyediaan lapangan pekerjaan.
"Sekitar 53 persen generasi milenial di Afrika Selatan menganggur karena tidak terserap pasar tenaga kerja. Karena itu, pemerintah RI akan mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing SDM," pungkas Arif.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang