jpnn.com, BOGOR - Kebijakan menaikkan gaji perangkat desa terancam tak berjalan mulus di Bumi Tegar Beriman Kabupaten Bogor.
Pemkab Bogor belum menganggarkannya tahun ini. Pasalnya, untuk menggaji 3.328 perangkat desa setara PNS Golongan II, pemkab butuhkan dana sekitar Rp 120 miliar.
BACA JUGA: Inilah Jawaban Presiden Jokowi atas Tuntutan Perangkat Desa
Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan menuturkan, mengggunakan APBD 2019 untuk membayar gaji perangkat desa akan sangat sulit karena rencana ini baru mencuat ketika pos-pos anggaran APBD 2019 sudah disahkan.
Iwan menjelaskan, untuk memasukan program baru ke APBD perlu melalui beberapa tahap. Mulai dari melalui Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS), baru disahkannya APBD.
BACA JUGA: Jokowi Janjikan Gaji Perangkat Desa Setara PNS Golongan IIA
“Asas APBD kan harus terencana, terkukur. Dibahas dari awal. Kalau memaksakan nanti kami yang salah,” ujarnya kepada Radar Bogor, Selasa (15/1).
Seperti diketahui, pemerintah menaikkan gaji perangkat desa menjadi setara dengan PNS Golongan IIA. Sebagaimana regulasi, gaji perangkat desa berasal dari APBD Kabupaten/kota.
BACA JUGA: Satpol PP Bakar Lapak PKL di Kawasan Stadion Pakansari
Iwan menilai jika jalan satu-satunya menggunakan APBD, pemkab bisa menganggarkannya. Hanya saja pada APBD Perubahan di penghujung tahun 2019.
Namun itu juga tidak akan mudah. Karena pemkab dihadapkan dengan masalah penggunaan anggaran. Karena, idealnya untuk menggaji pegawai non PNS yang tersebar di desa-desa, pemkab menggunakan alokasi dana desa (ADD). “Terkait besarannya harus jelas. Perangkat daerah ini non PNS, jadi kebijakannya harus diatur,” tukasnya.
Jika Iwan tampak pesimistis, tidak dengan Bupati Bogor Ade Yasin. Dia tetap menyambut positif kebijakan Presiden Joko Widodo itu. Meski memang harus ada komitmen dan konsekuensi yang harus dipegang aparatur desa, karena mereka digaji dan mempunyai jam kerja.
"Disiplin dalam bekerja juga sama dengan PNS. Jangan ada lagi laporan atau keluhan terkait dengan pelayanan publik di desa,” bebernya.
Pemkab kata dia dipastikan mendukung program tersebut. Hanya saja Ade belum mengetahui bagaimana skema penganggaran untuk menggaji seluruh aparatur desa. Dia pun sepaham dengan wakilnya, bahwa harus ada prosedur aturan yang ditempuh ketika mengeluarkan anggaran agar tidak menjadi masalah hukum kedepannya.
“Pertama harus persetujuan/disepakati oleh DPR. lalu harus ada revisi terhadap peraturan pemerintah No 47 tahun 2015 tentang desa,” tukasnya.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD ) Kabupaten Bogor, Deni Ardiana mengaku belum menerima pemberitahuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun instansi lainnya mengenai penggajian perangkat desa. Hal itu yang membuatnya kebingungan terkait penggunaan dana untuk membayar gaji perangkat desa.
“Dibebankan ke APBD atau tidak. Akan kami koordinasi dulu dengan Kemendagri,” kata Deni
Namun, menurutnya selama ini penggunaan dana desa selalu diprioritaskan untuk pembangunan. Sehingga mustahil untuk digunakan sebagai gaji para perangkat desa.
Kebijakan menaikkan gaji perangkat desa ini juga mendapat respon dari Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). APKASI menilai, kebijakan tersebut baik untuk peningkatan kesejahteraan, tetapi memberi dampak pada anggaran daerah.
Ketua Umum APKASI Mardani Maming mengatakan, pihaknya mengapresiasi rencana pemerintah meningkatkan kesejahteraan perangkat desa di seluruh Indonesia. “Kami menghargai maksud baik bapak presiden tersebut,” ujarnya.
Namun, dia mengakui, kebijakan tersebut memberikan tekanan pada porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab, jika merujuk peraturan yang ada, gaji perangkat desa tersebut masuk dalam jenis pembiayaan atau bersumber di APBD. “Maka otomatis kebijakan ini akan membebani APBD,” imbuhnya.
Mardani belum bisa memastikan, upaya apa yang akan diambil jika benar-benar membebani APBD. Sebab, kata dia, masalah ini belum dibicarakan secara resmi dalam rapat dewan pengurus APKASI. Di sisi lain, revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi aturan hukum dan rujukannya juga belum selesai.
Disinggung soal potensi penambahan transfer DAU (Dana Alokasi Umum) dari pusat ke daerah, dia enggan menanggapi lebih jauh. “Mungkin hal ini perlu dibicarakan lebih lanjut ya. Tentunya semuanya kan ada mekanismenya,” tuturnya. (fik/far/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puting Beliung Kembali Memorak-porandakan Kota Bogor
Redaktur : Tim Redaksi