Galang Dana Murah, Bank Berbagi Hadiah

Sabtu, 31 Mei 2014 – 23:29 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) berupaya menyiasati keterbatasan lahan untuk memenuhi tingginya tingkat kebutuhan hunian. Caranya, dengan menghentikan subsidi KPR Fasilitas Likuiditas Penyediaan Perumahan (FLPP) untuk rumah tapak mulai 31 Maret 2015 mendatang.

Selanjutnya, Kemenpera akan fokus menyalurkan bantuan subsidi KPR FLPP untuk Rusun (rumah susun). Kelompok sasaran untuk KPR Sejahtera Rusun adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap paling banyak Rp 7 juta.

BACA JUGA: Sebagian Pindah Ke Halim, Kepadatan Bandara Soetta Berkurang 2 Persen

”Kalau bangun rumah tapak terus menerus, akan menggerus lahan produktif yang ada saat ini,” kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo dalam rilis yang diterima Jawa Pos.

Harga Rusun memiliki batasan harga yang berbeda di setiap provinsi.  Batasan harga Rusun paling  rendah berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah Rp 6,9 juta per meter persegi dan paling tinggi adalah di Provinsi Papua yaitu Rp 15 juta per meter persegi.

BACA JUGA: Jumlah Penerbangan di Bandara Halim Terus Meningkat

Direktur Utama Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU PPP) Kemenpera Budi Hartono menyatakan, pihaknya siap mendukung kebijakan Kemenpera tersebut.

“Pembangunan rumah tapak dalam jangka panjang memiliki beberapa dampak negatif. Wilayah yang terus berkembang melebar menyebabkan semakin jauhnya tempat tinggal penduduk dari pusat perekonomian, sehingga menyebabkan tingginya biaya transportasi yang harus ditanggung oleh masyarakat,” terang Budi.

BACA JUGA: Telkomsel Berlakukan Tarif Paket BB Sesuai Lokasi

Budi menambahkan, semakin padatnya tempat tinggal penduduk di ibu kota, membuat kota-kota di sekitarnya seperti Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok menjadi kota penyangga untuk menjadi tempat tinggal penduduk. “Saat ini keberadaan kota-kota penyangga bahkan telah meluas ke daerah Cikarang, Cikampek, Cilegon, dan sekitarnya,” ujarnya.

Menurutnya, tempat tinggal masyarakat yang jauh dari pusat perekonomian menyebabkan pemborosan di berbagai sektor, seperti sektor transportasi. Masyarakat saat ini lebih memilih bepergian dengan menggunakan kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum. Sehingga membuat subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pemerintah semakin besar.

Selain itu, lanjutnya, akibat dari semakin melebarnya wilayah terdapat kerugian akan hal-hal yang tak bisa diukur nilai ekonomisnya. Misalnya, kehilangan waktu yang berdampak pada berkurangnya banyak kesempatan yang bisa diperoleh seseorang. “Untuk meningkatkan hunian di rusun, maka Kemenpera mengharap kerjasama dari pemerintah daerah untuk turut mendukung kebijakan ini dengan membatasi izin rumah tapak di beberapa daerah dan turut melakukan sosialisasi tentang rusun kepada masyarakat luas,” harapnya.

Dia menjelaskan, salah  satu pertimbangan besar bagi seseorang ketika akan membeli rumah adalah harga dan lokasi rumah yang strategis. Namun saat ini harga rumah semakin tinggi. Rumah di lokasi strategis hanya dapat dijangkau oleh kalangan menengah ke atas.

Hal tersebut menjadi dilema bagi masyarakat dalam membeli rumah. Di satu sisi masyarakat ingin membeli rumah yang dekat dengan lokasi pekerjaan, namun rumah dengan harga yang terjangkau biasanya terletak di lokasi yang jauh dari tempat bekerja.

“Sementara lokasi yang jauh menyebabkan biaya transportasi yang besar dan memakan waktu perjalanan,” ucap Budi.

Selain itu, semakin terbatasnya lahan untuk perumahan di kota-kota besar membuat harga tanah semakin melambung tinggi. Menurutnya, tanah merupakan komponen utama yang memiliki proporsi tinggi dalam biaya pembangunan rumah.

“Karena itu para developer lebih memilih untuk membangun perumahan untuk kelas menengah ke atas, karena keuntungannya yang lebih besar,” tandasnya.

Kemenpera juga mengeluarkan kebijakan kawasan hunian berimbang untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan dan pembangunan wilayah. Yakni, setiap pengembang diwajibkan membangun rumah dengan perbandingan sekurang-kurangnya 3 : 2 : 1, artinya 3 rumah sederhana, berbanding 2 rumah menengah, berbanding 1 rumah mewah.

“Sedangkan untuk Rumah susun, komposisinya adalah sekurang-kurangnya 20 persen dari total luas lantai Rusun komersial yang dibangun,” tuturnya. (dod/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gunung Sangiang Meletus, Qantas Batalkan Penerbangan Rute Darwin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler