jpnn.com - KETIKA Belanda menutup Marine Establishment (ME) pada awal 1942, Orang-orang Indonesia yang bekerja di sana tidak ada yang diperbolehkan keluar. Pemerintah Hindia Belanda hendak mengevakuasi pekerja-pekerja itu ke Australia.
Dari Ujung, pekerja-pekerja ME diangkut naik bus ke Cilacap dan kemudian diberangkatkan dengan kapal ke Australia. “Saya termasuk. Tetapi, saat akan berangkat, saya meloncat,” kenang Affandi, sebagaimana dilansir dari dokumen arsip sejarah PAL, Dinas Penerangan Angkatan Laut Republik Indonesia.
BACA JUGA: Digertak Jepang, Galangan Kapal Terbesar di Asia itu Ditutup Belanda
Evakuasi pemerintah Hindia Belanda di Ujung tidak berjalan lancar. Hanya sebagian pekerja yang berhasil diberangkatkan.
“Hanya satu kapal. Sebagaian besar tidak bisa berangkat karena telat. Jepang sudah keburu datang,” sambung Affandi.
BACA JUGA: Ketika Gubernur Jendral Van Der Capellen Memilih Surabaya...
ME, galangan kapal terbesar di Asia pun diduduki Jepang. "Pada masa pendudukan Jepang, peranan ME tidak berubah. Hanya namanya diganti menjadi Nagamatsu Butai. Nama itu digunakan selama empat bulan pertama. Selanjutnya diganti lagi menjadi Kaigunse 21-24 Butai," tulis buku Jejak Intel Jepang.
Jumlah pekerja pun ditambah hingga 9000 orang. “Zaman Jepang, 1942-1945, Direktur 21-24 Butai bernama Meringa,” ungkap Affandi.
BACA JUGA: Pemberontakan Si Patai, Bandit Revolusioner Padang Kota
Ing Wibisono, kawan sejawat Affandi, menyatakan bahwa ME merupakan bengkel kapal terbesar di Asia pada masa itu.
“Itu bukan sekadar bengkel atau pun galangan kapal saja. Meliputi keseluruhan. Saat zaman Jepang, kapal selam juga mangkal di situ,” kenangnya. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Surprise! Ulang Tahun Pertama, Tanamur Diacak-acak Geng Sartana
Redaktur : Tim Redaksi