jpnn.com, PEKANBARU - Pengelolaan lahan gambut dengan teknologi yang tepat dapat menjadi salah satu "lokomotif" penggerak ekonomi di Riau.
Hal itu diungkapkan akademisi Universitas Riau Suwondo dalam seminar bertajuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Pekanbaru, Kamis, (10/8).
BACA JUGA: Industri Makanan dan Minuman Masih Menjanjikan
"Ekosistem gambut itu punya kerentanan. Perlu input teknologi yang besar. Namun, perkenalan teknologi dan pengalaman, gambut juga bisa dimanfaatkan," kata Suwondo.
Dia menamahbahkan, dengan luas lahan mencapai 4,6 juta hektare atau sekitar 56 persen total luas wilayah Provinsi Riau, gambut merupakan potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas yang menghasilkan.
BACA JUGA: Prospek Ekonomi Semester Kedua Bikin Emiten Cemas
Dia mengatakan, jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat lokal telah hidup berdampingan di lahan gambut.
Masyarakat setempat berhasil mengaplikasikan budi daya pertanian dan perkebunan di lahan gambut sebagai sumber kehidupan secara berkelanjutan.
BACA JUGA: Keluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Lagi, Pemerintah Fokus Investasi
Hal itu harus digali oleh pemerintah untuk dipelajari lebih lanjut.
Yakni, untuk menciptakan keseimbangan yang kemudian harus dijadikan pelajaran.
Selanjutnya, dapat dijadikan sebagai penggerak ekonomi.
Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Riau itu menambahkan, selama ini yang menjadi masalah adalah lemahnya tata kelola hutan dan lahan gambut.
"Pemerintah bukan tidak melakukan pengelolaan. Hanya saja masih perlu diperbaiki," ujarnya.
Dia mencontohkan, antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat memiliki pemetaan yang berbeda dalam tata kelola hutan.
Karena itu, ke depan, harus ada kebijakan one map atau satu peta yang sama dan tidak ada lagi perbedaan yang merugikan.
Dia menuturkan, total lahan gambut yang sangat luas di Riau selama ini juga terbukti sebagai roda penggerak ekonomi.
Yakni lewat sektor perkebunan seperti sawit dan HTI. Namun, dia mengakui isu kerusakan gambut yang berakibat pada kebakaran merupakan isu global dan terdapat sejumlah aspek yang perlu diperbaiki.
"Harus diakui, ada persoalan lingkungan. Namun, bukan berarti harus ditutup. Ini juga harus dilakukan pemerintah dengan berikan respons yang baik," jelasnya.
Sementara itu, Kartini Sjahrir dari Yayasan Dr Sjahrir menuturkan, pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut yang tepat merupakan sebagai solusi pertumbuhan ekonomi.
"Jadi upaya pertumbuhan ekonomi dan upaya pelestarian lingkungan itu harus bisa saling mendukung," kata Kartini.
Dia mencontohkan pemanfaatan tanaman sagu atau sawit yang dikombinasikan dengan sistem tumpang sari bersama nanas ternyata menjadi lebih optimal.
"Kata kunci untuk menjembatani itu adalah inovasi dan teknologi," ujarnya.
Seminar tersebut turut dihadiri Wakil Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim, Sekretaris Daerah Riau Ahmad Hijazi, dan Guru Besar Universitas Indonesia Jatna Supriatna. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Ingin Pangan Lokal Ini Kembali Diprioritaskan di Meja Makan Masyarakat Riau
Redaktur & Reporter : Ragil