jpnn.com, JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menaruh perhatian khusus terhadap persoalan limbah COVID-19.
Untuk membahas soal itu, Ganjar secara khusus mengundang sejumlah pengelola rumah sakit rujukan COVID-19 di Jawa Tengah.
BACA JUGA: Survei Tempatkan Anies & Ganjar Paling Responsif Atasi Corona, Bu Risma di Posisi Berapa?
Dalam rapat terbatas yang digelar di Gedung A lantai 2 Kantor Gubernur Jateng, Selasa (7/7), sejumlah persoalan dibahas termasuk pengolahan limbah medis bekas penanganan COVID-19.
Dalam rapat itu terungkap, banyak rumah sakit yang sudah memiliki insenerator atau alat pembakaran limbah medis, tetapi tidak bisa beroperasi karena terkendala izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: FPI Tantang KPAI, Anies Baswedan Diminta Berhenti, Imbalan Anak Buah John Kei
"Soal limbah ini menjadi perhatian serius kami, karena teman-teman rumah sakit banyak yang mengeluh izin inseneratornya belum turun. Mereka protes, katanya izinnya berbelit. Makanya saya nanti bantu urus langsung ke LHK," kata Ganjar
Menurut Ganjar, peraturan tentang pengelolaan limbah medis COVID-19 memang berbeda.
BACA JUGA: Ini 5 Fakta seputar Kalung Antivirus Corona dari Eukaliptus
Izin alat insenerator yang digunakan untuk membakar limbah medis COVID-19 harus dari LHK dengan syarat tertentu.
"Syaratnya suhu minimum harus 800 derajat celcius. Tadi ada 10 rumah sakit di Jateng yang inseneratornya masih di bawah 800 derajat, tapi mereka bisa meningkatkan sampai 1000 derajat. Jadi sebenarnya bisa. Maka Dinkes saya minta mendata semuanya itu, dan akan kami bantu urus langsung ke Menteri LHK," tegasnya.
Persoalan limbah medis COVID-19 lanjut Ganjar bukanlah persoalan biasa. Sebab, limbah medis itu membawa virus yang bisa membahayakan masyarakat.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka akan membahayakan lingkungan sekitar. Saya akan bantu rumah sakit memperoleh izin itu ke LHK. Saya harap ini bisa lebih mudah, karena pak Presiden selalu bilang harus ada terobosan, karena kondisinya sekarang ini sedang serius," tegasnya.
Selama ini lanjut Ganjar, sejumlah rumah sakit yang memiliki insenerator dan sudah berizin, mengelola limbah COVID-19 secara mandiri.
Namun yang belum berizin, pengelolaan limbah dipercayakan pada pihak ketiga yang menjadi transporter limbah tersebut.
"Bukan saya tidak percaya dengan pihak ketiga itu, tapi saya ingin ini bisa lebih cepat dan tepat penanganannya," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, Yulianto Prabowo mengatakan, sebenarnya seluruh rumah sakit sudah memiliki fasilitas insenelator.
Namun untuk limbah COVID-19, memang ada aturan khusus sehingga insenerator yang digunakan untuk membakar limbah tersebut harus memiliki izin dari LHK.
"Sebenarnya semuanya sudah punya insenerator, tapi karena ini khusus, maka harus ada izinnya. Nah, untuk mengurus izin itu teman-teman banyak yang kesulitan, makanya nanti dibantu," ucapnya.
Yulianto membenarkan bahwa selama ini ada beberapa rumah sakit yang bekerja sama dengan pihak ketiga untuk transporter pengelolaan limbah medis.
Limbah itu dibawa ke instalasi pengelolaan limbah yang selama ini ada di Jawa Barat.
"Di daerah Jateng juga sebenarnya ada pengolahan limbah itu, tapi kapasitasnya masih terbatas. Kalau yang besar di Jawa Barat. Selama ini yang belum punya izin insenerator pakai itu (pihak ketiga). Makanya ini akan kami bantu agar pengeloaan bisa dilakukan di rumah sakit masing-masing agar lebih optimal," tutupnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia