jpnn.com, BOYOLALI - Pengalaman menghadapi letusan Gunung Merapi di 2010 lalu tidak membuat Sumar Sabar (72) warga Tlogolele, Jateng gentar jika kejadian serupa terjadi lagi.
Dia tidak ingat sudah berapa kali Gunung Merapi Erupsi sepanjang dia bermukim di dusun Stabelan, Tlogolele, Selo, Boyolali.
BACA JUGA: Ganjar Kucurkan Dana Rp 14 Miliar untuk Perbaiki Jalur Evakuasi Gunung Merapi
Namun, bagi dia yang paling menakutkan adalah letusan di tahun 2010. Kala itu semua warga berlarian.
Teriakan-teriakan ketakutan terdengar di mana-mana. Satu-satunya yang menenangkan adalah kesigapan perangkat desa serta relawan-relawan bencana.
BACA JUGA: Ganjar Bantu Rumah Sakit Menyelesaikan Masalah Limbah Covid-19
Mereka langsung mengumpulkan warga kemudian mengevakuasi ke tempat aman.
"Dibawa ke Mertoyudan Magelang, ngungsi di sana 40 hari," kata Sumar, Rabu (8/7).
BACA JUGA: Membanggakan, Bocah 12 Tahun Ini Sudah Bisa Beli Mobil Mewah Sendiri
Selain pakaian secukupnya, yang dia bawa hanya surat-surat penting seperti KTP, KK, sertifikat tanah dan surat nikah.
Hewan ternak yang dia punya, meski tidak bisa dibawa tetapi akhirnya masih tetap bernyawa sampai dia kembali.
Sepulang dari tempat pengungsian, dia baru tahu bahwa Mertoyudan merupakan “desa saudara” yang dimiliki desanya.
Desa saudara atau sister village berfungsi; jika salah satu desa tersebut mengalami bencana maka desa yang satu jadi tujuan pengungsian.
Desa Tlogolele itu punya dua desa saudara. Selain Mertoyudan ada desa Klakah Kecamatan Selo Boyolali.
"Setelah itu kan ada letusan beberapa kali tapi tidak besar. Ya kami sudah tenang karena sudah dijelaskan harus bagaimana ketika meletus. Tetangga-tetangga juga sudah ngerti," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengunjungi Desa Tlogolele mengatakan secara mental masyarakat sudah siap menghadapi bencana.
Terlebih desa tertinggi di lereng Merapi yang berada di Kabupaten Boyolali itu memiliki pengalaman dan kebiasaan menghadapi Merapi dalam kondisi apapun.
"Dan yang menarik di desa ini punya desa saudara dalam penanganan bencana, ini keren. Apalagi melibatkan dua kabupaten. Ini bisa dijadikan percontohan nasional. Jadi urusan bencana itu tidak ada urusan dengan suku agama ras golongan ataupun kesukuan," kata Ganjar.
Cara kerja sama ini, lanjut Ganjar, merupakan khas rasa persatuan dan ke-Indonesiaan-nya.
Nilai-nilai yang dipraktekkan masyarakat Tlogolele itu harus dijaga dan ditularkan. Langkah selanjutnya, Ganjar kini telah menyiapkan untuk membantu warga Tlogolele berlatih evakuasi sebagai cara pengurangan risiko bencana.
"Kalau di negara maju mereka latihan dua kali satu tahun, nah kita satu kali setahun saja sudah bagus. Ini kita siaga Merapi seperti ini masyarakat bisa sadar betul.. Saya terima kasih perangkat desa dan kecamatannya bagus. Tadi juga tanya kepada warga bagaimana takut tidak, tidak pak. Sudah biasa," kata Ganjar. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia