Gara-gara COVID-19, Tripoli Kacau, Mencekam, Situasi Sudah Mengerikan

Kamis, 28 Januari 2021 – 07:16 WIB
Demonstran berdiri di dekat ban yang terbakar di Tripoli, Lebanon, Senin (25/1/2021), selama protes terhadap penguncian dan kondisi ekonomi yang memburuk di tengah penyebaran COVID-19. Foto: ANTARA /REUTERS/Walid Saleh/FOC/sa

jpnn.com, TRIPOLI - Aksi unjuk rasa di Tripoli, Lebanon, menolak kebijakan penguncian ketat aktivitas masyarakat untuk mengerem penularan COVID-19, masih diwarnai kerusuhan.

Di hari ketiga, pasukan keamanan Lebanon masih terlibat bentrok dengan para pengunjuk rasa yang marah atas penerapan penguncian ketat.

BACA JUGA: Kabar Gembira Efektivitas Vaksin COVID-19 dari Israel

Saksi dan media lokal melaporkan bahwa polisi antihuru-hara menembakkan peluru tajam ketika pengunjuk rasa mencoba menyerbu gedung pemerintah kota.

Pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan peluru karet ke para pengunjuk rasa yang melemparkan batu, meledakkan bom molotov, dan membakar mobil, kata seorang saksi mata dan polisi.

BACA JUGA: Berhasil Kelabui Petugas Bandara Amerika, Penderita COVID-19 Ini Tak Berkutik di China

Puluhan orang terluka. Polisi belum berkomentar apakah peluru tajam telah ditembakkan.

Rekaman Reuters menunjukkan percikan api menghantam tanah, tampaknya dari peluru yang memantul, dan suara tembakan.

BACA JUGA: DPP Front Persaudaraan Islam atau FPI versi Baru di Petamburan, yang di Klender Apa?

Kejadian itu menandai malam ketiga kekerasan berturut-turut di salah satu kota termiskin di Lebanon, tempat para pengunjuk rasa mencerca penguncian ketat.

Penguncian dirasakan telah membuat mereka tidak memiliki sarana untuk sintas dari keruntuhan ekonomi negara itu.

Pemerintah memberlakukan jam malam 24 jam awal bulan ini dalam upaya mengekang wabah COVID-19. Sudah 2.500 orang di Lebanon meninggal akibat COVID-19.

Kalangan pekerja bantuan memperingatkan bahwa dengan sedikit atau tanpa bantuan, penguncian menambah kesulitan ekstra pada orang miskin, di mana saat ini jumlahnya mencapai setengah populasi. Banyak yang mengandalkan upah harian.

Keruntuhan finansial, yang menghancurkan mata uang, menimbulkan risiko terbesar bagi stabilitas Lebanon sejak perang saudara 1975-1990

"Orang-orang lelah. Ada kemiskinan, kesengsaraan, penguncian dan tidak ada pekerjaan ... Masalah kami adalah para politisi," kata Samir Agha dalam protes di Tripoli sebelum bentrokan meletus pada Rabu (27/1) malam.

Palang Merah mengatakan penyelamat merawat sedikitnya 67 orang karena cedera dan membawa 35 lainnya ke rumah sakit.

Kantor berita negara melaporkan bahwa 226 pengunjuk rasa dan polisi terluka.

Pasukan Keamanan Dalam Negeri Lebanon menulis dalam cuitan bahwa "granat tangan" dilemparkan dan melukai sembilan petugas.

Mereka berjanji untuk menangani para perusuh dengan "keseriusan dan ketegasan penuh".

Sebelumnya pada Rabu, pengemban sementara Perdana Menteri Hassan Diab mengatakan bahwa penguncian diperlukan untuk menahan virus.

Diab mengakui bahwa bantuan pemerintah tidak cukup untuk menutupi kebutuhan tapi mengatakan itu akan membantu "mengurangi beban."

Tanggapan COVID-19 juga telah memicu kemarahan di Beirut, tempat infeksi mencapai beberapa tingkat tertinggi di kawasan itu dan banyak bangsal di ruang rawat intensif penuh.

Pasien membanjiri rumah-rumah sakit, yang berjibaku dengan kekurangan dolar dan beberapa rusak akibat ledakan pelabuhan pada Agustus.

Kabinet Diab mengundurkan diri karena ledakan besar itu, yang menghancurkan sebagian besar Beirut dan menewaskan 200 orang. (Reuters/antara/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Tripoli   Lebanon   Rusuh   Covid-19  

Terpopuler