jpnn.com, BANDARLAMPUNG - Jaksa penuntut umum (JPU) Patar Daniel menuntut dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan siswa miskin (BSM) SMPN 24 Bandarlampung dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan.
Kedua terdakwa, mantan Bendahara Ayu Septaria dan pegawai honor Ety Kurniasih, juga diharuskan membayar denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
BACA JUGA: Kerugian Negara Dikembalikan, Kasus Jalan Terus
Menurut jaksa, perbuatan kedua terdakwa melanggar pasal 2 juncto pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah ke dalam UU Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primer.
”Dengan sengaja tanpa hak melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan perekonomian negara,” sebut jaksa Patar Daniel dalam sidang di pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Senin (5/3).
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Nazar tak Punya Bukti, Percayalah!
Berdasar fakta persidangan, sebut jaksa, Ayu Septaria dan Ety Kurniasih membantu pengolahan data siswa miskin serta pencairan dana. Sebagai pembantu atasan, keduanya terbukti terlibat untuk mencapai suatu tujuan hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp900 juta lebih.
Dalam kasus tersebut, Ety mengganti nama-nama siswa yang mendapat bantuan dari pemerintah. Dia juga membuat surat fiktif dari kelurahan atas perintah atasannya (kepala sekolah, Red).
BACA JUGA: Nazar Seret Fahri Hamzah, KPK Tak Mau Suuzan
Sementara terdakwa Ayu turut serta membantu melakukan pencairan dana BSM, meski dia bukan bendahara kegiatan tersebut. ”Hal ini ia lakukan atas perintah dari atasannya," papar jaksa.
Perbuatan kedua terdakwa dan Helendrasari (sudah disidang terlebih dahulu), telah merugikan keuangan negara. Namun secara keseluruhan uang telah diganti, karena itu keduanya tidak dibebankan membayar uang pengganti.
Jaksa menyebutkan, hal-hal yang memberatkan, kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, merupakan perbuatan berlanjut, dan membantu kepala sekolah melancarkan aksi sehingga memperkaya diri.
Dalam kasus ini, mantan Kepala SMPN 24 Bandarlampung Helendrasari terlebih dahulu disidang. Kasus ini bergulir hingga tingkat kasasi. Namun Mahkamah Agung menolak permohonan wanita yang juga terlibat dalam kasus penyimpangan dana BOS tersebut dan menguatkan putusan hakim Pengadilan Tipikor Tanjungkarang.
Helendrasari divonis pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan. Ia juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp900 juta. Jika tidak, diganti hukuman empat tahun penjara.
Dalam kasus ini, Helendrasari membentuk panitia peserta didik baru (PPDB) jalur bina lingkungan (siswa yang akan mendapat bantuan BSM) yang bertanggung jawab menerima dan menyeleksi berkas siswa baru jalur bina lingkungan.
Usulan nama-nama siswa yang akan mendapat bantuan SPP siswa miskin (jalur bina lingkungan, Red) yang sudah diverifikasi oleh tim seharusnya dirapatkan dan diumumkan. Namun, Helendrasari meminta Ety mengganti nama-nama tersebut. Ini dilakukan dengan cara membuat surat keterangan tidak mampu fiktif.
Data yang diusulkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bandarlampung adalah nama-nama siswa siswa reguler, telah lulus, pindah sekolah, siswa yang telah meninggal dunia, siswa sekolah lain dan siswa yang namanya berulang dalam satu daftar usulan. (nca/c1/ais)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pegawai Pemprov DKI Korup? Laporkan Lewat Qlue!
Redaktur & Reporter : Budi