jpnn.com - JAKARTA - Pertamina dinilai akan merugi jika menggunakan formula Public Sevice Obligation (PSO) tahun 2012, dalam menyalurkan minyak tanah.
Kerugian diperkirakan mencapai Rp 680/liternya. Hal ini mengingat tingginya biaya produksi dan pengiriman, sementara harga jual tidak ditingkatkan.
BACA JUGA: BW Sebut Teror ke KPK Sudah Menyangkut Nyawa dan Keluarga
Selain dalam penyaluran minyak tanah, Pengamat Energi Sofyano Zakaria, juga melihat kemungkinan Pertamina juga akan terus merugi dalam penyaluran bio-solar. Terutama jika pemerintah tidak mengganti ketetapan harga jual FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang merupakan bahan campuran untuk biosolar. Karena saat ini harga Fame, jauh di atas nilai jual solar.
“Kerugian diperkirakan berkisar Rp 300 per liter. Apalagi jika harga solar kembali diturunkan dari harga jual saat ini yang hanya Rp 6.500 per liter,” ujarnya, Rabu (11/2).
BACA JUGA: KPK Siapkan Pegawai Aktif Untuk Bersaksi
Jika harga Fame tidak diturunkan, maka menurut Sofyano, kemungkinan Pertamina kemungkinan akan menghentikan penggunaan Fame, untuk menekan kerugian. Hanya saja langkah tersebut dikhawatirkan berakibat program Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai energi terbarukan, akan berhenti. Kecuali pemerintah dapat memahami kerugian yang terjadi.
Sofyano juga menyoroti penyaluran gas elpiji bersubsidi tabung 3 kilogram. Menurutnya, harga formula sejak tahun 2009 belum pernah berubah. Akibatnya, di tahun 2014 Pertamina hanya memeroleh keuntungan sebesar Rp 34/kg, atau 0,3 persen per kg. Artinya total perkiraan pendapatan Pertamina dari fee penyaluran elpiiji 3 kg untuk tahun 2014 , hanya sekitar Rp 180 miliar.
BACA JUGA: Merasa Terintimidasi, KPK Mengadu ke Jokowi
"Jika formula ini tidak dirubah, saya yakin di tahun 2015 Pertamina akan mengalami kerugian. Ini harusnya jadi perhatian pemerintah dan juga pihak DPR. Jangan Pertamina ‘ditindas’ secara terselubung dengan ‘mengebiri’ margin yang semestinya pantas untuk diterima Pertamina,” katanya.
Menurut Sofyano, Pertamina memang merupakan BUMN. Namun pemerintah seharusnya tetap memberikan keuntungan kepada Pertamina dalam melaksanakan tugas penyaluran BBM PSO. Seperti PLN yang juga melaksanakan PSO listrik, namun diberi keuntungan sebesar tujuh persen oleh persen oleh pemerintah.
“Pertamina bisa dipidanakan, karena bisnis yang terus merugi. Karena pada dasarnya Pertamina adalah sebuah perusahaan yang diharuskan memperoleh keuntungan. Sangat tidak fair jika Pertamina dipaksa melaksanakan tugas pemerintah, namun ternyata dibiarkan rugi oleh pemerintah,” katanya.
Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini menambahkan, mendistribusikan BBM PSO ke seluruh pelosok tanah air bukan pekerjaan yang mudah. Perlu kerja keras dan pengorbanan. "Karenanya pemerintah harus bisa memastikan memberi penugasan PSO BBM kepada Pertamina, dengan memberikan margin minimal sama dengan PLN," pungkasnya. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sarankan Jokowi Tak Tergoda Tinggalkan Megawati
Redaktur : Tim Redaksi