Gara-gara "Salatiga Kota Merah", Polisi Ini Interogasi...(Bagian Pertama)

Mengadu ke Komhas HAM

Jumat, 23 Oktober 2015 – 10:30 WIB
ILUSTRASI. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Perwakilan puluhan lembaga masyarakat sipil dan individu melayangkan surat kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Kamis (22/10/1015).

Dalam surat kepada Komnas HAM, mereka menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya perampasan kebebasan berekspresi dan hak menyebarluaskan informasi yang dialami oleh Lembaga Pers Mahasiswa Lentera, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.

BACA JUGA: Rio Capella Siap Hadapi Pemeriksaan Jumat Keramat

“Kami mengecam keras upaya sejumlah pihak untuk menarik peredaran majalah Lentera Edisi 3 Tahun 2015 berjudul ‘Salatiga Kota Merah’, serta interogasi sejumlah awak Lembaga Pers Mahasiswa Lentera oleh aparat Kepolisian Resor Salatiga,” demikian pernyataan bersama mereka kepada Komnas HAM, yang tembusannya dikirim Alumni PPMI (Alumni Pers Mahasiswa) diterima Redaksi JPNN.com, Jumat (23/10).

Lebih lanjut, mereka menilai langkah sejumlah pihak yang melarang peredaran Majalah Lentera melanggar hak asasi manusia mahasiswa UKSW untuk berekspresi dan menyampaikan informasi. Mereka juga menilai pelarangan peredaran Majalah Lentera itu melanggar hak asasi manusia warga negara lain untuk memperoleh informasi dan karya jurnalistik para jurnalis Lembaga Pers Mahasiswa Lentera seputar pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.

BACA JUGA: Astaga, Setelah tak Bernapas, Margriet Sundut-sundut Tubuh ANG dengan Rokok

Disebutkan bahwa pada Jumat, 9 Oktober 2015 lalu, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lentera, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menerbitkan edisi Majalah Lentera yang berjudul “Salatiga Kota Merah.”

Majalah Lentera mempublikasikan karya jurnalistik investigasi dan jurnalisme presisi terkait dampak peristiwa Gerakan 30 September bagi Kota Salatiga, dengan melakukan penelusuran tentang Walikota Salatiga Bakri Wahab yang diduga anggota PKI serta penangkapan Komandan Korem 73/Makutarama Salatiga.

BACA JUGA: Bela Negara, Ryamizard: Ini Memberikan Daya Getar Negara lain

Selain itu, Majalah Lentera juga mengupas peristiwa pembantaian simpatisan dan terduga PKI di Kota Salatiga dan sekitarnya, dengan melakukan reportase empat titik pembantaian, Lapangan Skeep Tengaran, Kebun Karet di Tuntang dan Beringin serta di Gunung Buthak di Susukan.

Edisi “Salatiga Kota Merah” terbit 500 eksemplar dan dijual dengan harga Rp15.000. Majalah itu disebarluaskan masyarakat Kota Salatiga dengan menitipkannya di kafe serta beberapa tempat yang memasang iklan dalam majalah tersebut. Lentera juga disebarluaskan ke instansi pemerintahan di Salatiga dan organisasi kemasyarakatan di Semarang, Jakarta, dan Yogyakarta.

Publikasi Majalah Lentera telah mengembangkan pendapat umum warga Salatiga dan sekitarnya mengenai peristiwa Gerakan 30 September, dampak peristiwa itu bagi kehidupan warga Kota Salatiga, dan peristiwa pembantaian massal orang-orang yang dituduh simpatisan atau anggota Partai Komunis Indonesia.

“Pendapat umum itu tentu saja diwarnai pro dan kontra, menjadi diskursus umum yang mewarnai ruang-ruang publik, sebagaimana yang lazim terjadi dalam negara demokrasi manapun di dunia.”(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bejat! Margriet Buka Paksa Celana Dalam ANG, Lalu Tarik Tangan Agus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler