Garam, Kedelai, Gula, Daging, Impor Semua! Melonjak

Jumat, 10 Juni 2016 – 07:00 WIB
Penjual daging sapi. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - SURABAYA - Kelangkaan bahan pangan menjelang Lebaran membuat impor bahan pangan melonjak. Khusus untuk Jawa Timur, kenaikan impor bahan pangan diperkirakan 10–20 persen.

Ketua Gabungan Importer Nasional Seluruh Indonesia (GINSI)  Jatim Bambang Sukadi menyatakan, mayoritas komoditas pangan yang diimpor adalah garam industri, kedelai, gula, dan daging sapi. 

BACA JUGA: Sabtu Besok, Garuda Indonesia Lakukan Uji Coba di Terminal 3

’’Saat ini yang stoknya sudah terlihat berkurang kan terutama garam dan daging sapi,’’ katanya.

Bambang mengungkapkan, impor garam umumnya dinaikkan untuk memenuhi kebutuhan industri aneka pangan yang meningkatkan kapasitas produksi menjelang Lebaran. Alokasi impor garam untuk industri aneka pangan mencapai 270 ribu ton.

BACA JUGA: Kebutuhan Uang Ramadan dan Lebaran Rp 160 Triliun

Selain bahan pangan, impor barang konsumsi lain belum menunjukkan pergerakan yang signifikan. Termasuk, impor pakaian jadi dan barang elektronik yang terpantau belum naik. 

’’Sepertinya, penjual lebih memilih menghabiskan stok lebih dahulu,’’ terangnya. 

BACA JUGA: Tambang Emas Banyuwangi Segera Berproduksi

Untuk mempercepat penyelesaian impor barang, GINSI meminta pemerintah mempercepat dwelling time. Kinerja delapan instansi di pelabuhan diminta untuk dipantau khusus. Contohnya, Bea Cukai dan PT Pelabuhan Indonesia III. 

Saat ini rata-rata dwelling time di Tanjung Perak mencapai 5,5 hari. Dwelling time dengan angka tersebut terjadi sejak Mei dan berjalan sampai sekarang. Sebelumnya, dwelling time bisa mencapai 6–7 hari. 

’’Jika dwelling time lama, dampaknya ke peningkatan biaya logistik. Akhirnya, biaya itu akan dibebankan ke konsumen,’’ ucapnya. 

Saat ini, biaya logistik di Indonesia berkontribusi 23 persen terhadap biaya produksi. Bila dwelling time bisa ditekan hanya 2–3 hari, biaya logistik dapat menurun.

Rata-rata dwelling time di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Di Malaysia, dwelling time hanya 3–4 hari. Angka ideal tersebut terjadi karena operator pelabuhan selalu memonitor instansi yang bisa mengakibatkan lamanya dwelling time. 

’’Selama ini kan antarinstansi saling menyalahkan. Jadi, setiap intansi akan membuat laporan mulai kapal masuk ke pelabuhan sampai tahap SPPB (surat perintah pengeluaran barang),’’ katanya. 

Dari laporan itu, kata Bambang, dapat diketahui instansi mana yang menjadi penyebab lamanya dwelling time. Hasil tersebut akan dievaluasi dan menjadi bahan perbaikan proses administrasi impor barang. (vir/c5/noe)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Industri Karet Terancam Oligopoli


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler