Garis Pantai Indonesia Panjang Sekali, kok Garam Masih Impor

Selasa, 21 November 2017 – 09:38 WIB
Garam. Foto ilustrasi. dokumen JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menargetkan Indonesia bisa swasebada garam pada 2019-2020.

Area baru produksi garam difokuskan di wilayah timur, seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT).

BACA JUGA: Ingat! Impor Tak Selalu Jelek

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan, target swasembada garam itu harus bisa dikejar.

’’Garis pantai Indonesia panjang sekali, kok garam masih impor,’’ jelasnya di sela pernjanjian kerja sama antara PT Garam dengan Badan Pengakajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta kemarin (20/11).

BACA JUGA: Pemerintah Putuskan Impor 75 Ribu Ton Garam

Agung mengatakan, swasembada itu difokuskan terlebih dahulu untuk garam konsumsi yang terdiri dari garam dapur dan garam aneka makanan.

Sedangkan untuk garam industri yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, masih ditolerasi untuk dibuka keran impor.

BACA JUGA: Bangun Pabrik di NTT, PT Garam Alokasikan Rp 64 Miliar

Dia berharap BPPT bisa menemukan teknologi mutakhir sebuah pabrik garam. Pabrik itu nanti bisa mengolah langsung air laut menjadi garam. Kemudian keluarannya adalah air tawar.

Sehingga pabrik ini tidak hanya menghasilkan uang dari produk garam, tetapi juga air layak pakai.

Kepala BPPT Unggul Priyanto menuturkan, saat ini sedang direncanakan pembangunan pabrik garam untuk ditempatkan di Kupang, NTT.

Pabrik garam senilai Rp 45 miliar itu bakal dikelola bersama dengan PT Garam. Secara teknis pabrik itu memang belum bisa mengolah langsung dari air laut menjadi garam.

Namun dengan teknologi pencucian dan pengeringan yang baik, pabrik itu mampu meningkatkan kualitas garam rakyat.

Dijelaskan, garam rakyat dimasukkan di dalam pabrik, kemudian dicuci dengan air garam sampai bersih. Lalu dikeringkan kembali. ’’Harapannya bisa memroduksi garam untuk industri,’’ bebernya.

Ke depan, pasar besar garam bukan untuk konsumsi, tetapi industri. Dia mengatakan, di dalam garam itu ada kandungan klornya.

Nah klor itu merupakan bahan untuk membuat pipa, gelas, atau kaca. Kebutuhan garam untuk konsumsi diperkirakan 2 juta ton sampai 3 juta ton setiap tahun. Sedangkan untuk industri masih terbuka lebar sekali.

Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko membenarkan bahwa saat ini Indonesia impor garam untuk konsumsi. Sepanjang 2017 pemerintah memutuskan impor 226 ribu ton garam dari Australia.

Alasan impor ini adalah produksi nasional sedang jatuh akibat iklim yang tidak bersahabat. Musim penghujannya terlalu lama, sehingga produksi garam menurun.

Jika sepanjang tahun cuacanya tidak ada perubahan ekstrem, produksi garam nasional mencukupi untuk kebutuhan konsumsi. Bahkan bisa untuk mengisi stok cadangan jika tahun depan ada kendala cuaca.

’’Tetapi tahun ini tidak ada stok cadangan, produksi turun akibat cuaca, jadi impor,’’ tuturnya.

Harga garam yang diimpor adalah Rp 6.000/kg sudah termasuk ongkos kirim sampai di gudang. (wan/oki)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler