jpnn.com - JAKARTA – Kecelakaan pesawat hampir saja terjadi di langit Bali. Pesawat Garuda Indonesia GA340, rute Surabaya-Denpasar dan Lion Air JT960, Bandung-Denpasar dilaporkan hampir tabrakan.
Kondisi nyaris ini, terlihat lantaran jarak yang terlalu dekat kedua pesawat tersebut. Saat itu, keduanya sedang berputar-putar di udara menunggu lowongan mendarat (holding pattern) di Bandara Ngurah Rai, Bali.
BACA JUGA: Nyaris Tabrakan, Putar Balik, Garuda: Kami Sudah Sesuai Prosedur
Dari data yang dikumpulkan melalui situs flightradar24.com, memang, tampak kedua pesawat sudah melakukan putaran beberapa kali. Lion terlihat sudah berputar terlebih dahulu dari Garuda. Pada pukul 14.27 WITA, keduanya tampak di posisi yang searah dengan ketinggian berbeda. Berselang satu menit, kedua pesawat terlihat berbelok dan seolah berhadapan.
Lion berada di ketinggian 15.900 feet dan Garuda di 16.300 feet. Dengan kata lain, jarak kedua pesawat hanya 400 feet. Karena jarak yang terlalu dekat, pada 14.29 WITA, pesawat pun tampak saling menghindar. Lion turun pada ketinggian 15.400 feet, sementara Garuda naik pada ketinggian 16.350 feet. Sehingga menciptakan jarak cukup besar, 950 feet.
BACA JUGA: Ini Alasan Pentingnya Kembangkan Ekonomi Desa
Kondisi ini memang tidak sesuai dengan ketetapan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) soal separasi vertical pesawat udara. Seyogyanya, separasi vertikal antarpesawat minimal 1.000 feet (304 meter).
Dikonfirmasi terkait hal ini, Direktur Operasi AirNav Indonesia Wisnu Darjono membantah keras. Dia menegaskan, kedua pesawat tidak mengalami posisi nyaris bertabrakan seperti yang diberitakan. Sebab, keduanya dalam panduan baik oleh pihak ATC.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Kenapa sih Rini Belum Dicopot Juga?
Selain itu, kedunya berada dalam jarak minimal yang aman. Menurut penuturannya, saat itu, Lion berada di titik ketinggian 16.000 feet dengan toleransi plus minus 300 feet. Sementara, Garuda terbang di ketinggian 17.000 feet dengan toleransi yang sama. ”Enggak. Gak nyaris tabrakan. Itu kan memang ada roleransinya, plus minus 300 feet,” tutur Wisnu saat dihubungi, kemarin (11/2).
Dia menjelaskan, posisi holding ini dilakukan karena kondisi cuaca di Ngurah Rai sedang buruk. Jarak pandang hanya 500 meter. Oleh karenanya, pesawat yang ingin mendarat diminta untuk menunggu hingga ada cela yang memungkinkan mereka untuk turun.
”Kan sangat beresiko ya kalau kondisi seperti itu lalu dipaksakan. Jadi hold. Otomatis antrian juga banyak. Ada sekitar 20 pesawat dalam posisi hold saat itu,” paparnya.
Setelah berputar beberapa kali, akhirnya, Lion berhasil landing pada pukul 15.01 WITA. Berbeda dengan Lion, Garuda lebih memilih return to base atau kembali ke bandara semula. ”Karena saat Lion dibimbing turun, kondisi sedikit membaik. Tapi pas Garuda, cuaca kembali buruk,” katanya.
Vice President Coorperate Communication Garuda Indonesia Benny Butar Butar menjelaskan, keputusan return to base ini memang sengaja diambil oleh pilot Garuda Indonesia GA340. Hal ini sesuai dengan prosedur penerbangan bila kondisi cuaca buruk dan tidak memungkinkan landing. ”Jadi bukan karena alasan lain. Ini memang prosedur. Pesawat juga sudah terbang kembali setelah cuaca membaik,” tuturnya saat dikonfirmasi.
Disinggung soal kondisi nyaris tabrakan, Benny sendiri enggan berkomentar panjang. Menurutnya, seluruh kondisi saat pesawat lepas landas sudah menjadi kewenangan pihak Airnav. Sebab, airnav bertugas untuk mengatur lalu lintas di udara. Sehingga, paling tahu posisi aman bagi pesawat. ”Pilot juga pasti tahu posisi itu. Oleh karenanya, berkoordinasi dengan Airnav untuk meminta arahan selanjutnya,” jelasnya. (mia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KSAL Brunei Darussalam Kunjungi Mabes TNI
Redaktur : Tim Redaksi