jpnn.com - JAKARTA – Petaka di sektor energi dan tambang masih akan terus berlanjut. Setelah gelombang pemutusan hubungan kerja yang masih terus membayangi dunia usaha, kini perusahaan-perusahaan minyak dan gas serta tambang, mulai mempertimbangkan untuk memindahkan portofolio mereka di Indonesia. Bila dimungkinkan, mereka akan fokus ke lokasi-lokasi pertambangan di negara lain yang lebih mendatangkan keuntungan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Supriatna Sahala mengatakan perusahaan-perusahaan sektor tambang dan migas skala global mulai me-review portofolio bisnis mereka di Indonesia.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta tak Buru-Buru Turunkan Harga BBM
Menurut dia, sekarang ini kuncinya adalah efisiensi perusahaan, karena bagi mereka yang penting bisa bayar utang bank dan operasional terus berjalan.
“Perusahaan-perusahaan juga sekarang pun banyak yang me-review portofolio mereka,” kata Supriatna saat dihubungi wartawan, Kamis (17/3).
BACA JUGA: Semen Indonesia-Samana Citra Agung Tandatangani Joint Venture
Review portofolio dilakukan mengingat kondisi industri tambang dan migas yang kian mengkhawatirkan. Review portofolio perusahaan juga dilakukan untuk memastikan perusahaan tetap efisien karena mereka juga berupaya sekuat mungkin mencegah PHK. Sebab, pemberian pesangon juga memberatkan perusahaan.
Untuk diketahui, sektor migas dalam negeri, PT Chevron Pacific Indonesia pada Februari 2016, sudah resmi mengirimkan surat rencana PHK terhadap 1.200 karyawannya kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).
BACA JUGA: Zafirah Proteksi Sejahtera Diklaim Mudahkan Nasabah
Di sektor tambang batu bara, dalam enam bulan terakhir sudah lebih dari 125 perusahaan di Kalimantan Timur yang tidak beroperasi dan menyebabkan ribuan orang terkena PHK. Gelombang PHK berpotensi terus terjadi mengingat harga komoditas energi masih memburuk.
Yang terbaru dialami INPEX Indonesia. Operator Blok Masela itu memutuskan akan mengurangi jumlah karyawan.
Menurut pernyataan SKK Migas, Rabu (16/3) malam, INPEX Indonesia telah memutuskan untuk melakukan downsizing personil menjadi 40 persen dari total personil di Indonesia. Bahkan SKK Migas mengkhawatirkan hal ini dapat menimbulkan lay off. Hal ini menambah panjang daftar perusahaan global sektor tambang dan migas di Indonesia yang melakukan hal serupa.
Supriatna berharap pemerintah bisa segera merespons kondisi ini. Sebab, bukan tidak mungkin ini menjadi titik awal keterpurukan industri tambang dan migas Indonesia yang bakal merembet ke berbagai sektor bisnis lainnya.
“Kalau tidak justru akan merugikan pemerintah sendiri seperti kekurangan lapangan kerja dan menurunnya kepercayaan investasi,” ujarnya.
Karenanya, ia menegaskan, pemerintah harus memberi insentif dan kemudahan bagi perusahaan sektor tambang dan energi yang tetap berkomitmen berinvestasi di Indonesia. Salah satu caranya dengan memberikan keringanan pajak.
Menurut dia, keringanan pajak tidak perlu dengan menghapus pungutan atau pembebasan pajak seperti di Australia. “Tapi, cukup dengan tidak ada kenaikan pajak yang lain seperti PBB atau PNBP,” tutur Supriatna.
Corporate Secretary PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), Joko Pramono mengakui saat ini situasi bisnis sektor energi sangat sulit. Sehingga, perusahaan-perusahaan sektor energi melakukan efisiensi besar-besaran.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementerian PUPR Bangun Ratusan Rumah Khusus Nelayan
Redaktur : Tim Redaksi