GBS Juga Menyerang Orang Dewasa

2 Bulan, Biaya Pengobatan Rp350 Juta

Rabu, 10 Agustus 2011 – 10:49 WIB
Tissa Trinovia saat dirawat di RS Dharmais Jakarta. Foto: Afni Zulkifli/JPNN
JAKARTA- Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menyatakan Guillian Barre Sydrome adalah salah satu penyakit langka di duniaNamun kini sepertinya GBS tak lagi langka di Indonesia

BACA JUGA: Tips Hindari Bau Mulut saat Berpuasa

Bukan hanya Azka (4) dan Shafa (4), dua balita yang kini masih berjuang hidup dengan GBS
Kini penyakit itu juga Tissa Trinovia (17)

BACA JUGA: Sehat, Ibu Hamil dan Menyusui Bisa Puasa

Atlet bola basket itu pun kini juga hidup bagai manusia mesin.

Putri bungsu Teguh dan Endah, warga kompleks Angkasa Pura II Jalan Mutiara Blok C23 No.1, RT 01/RW 007 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten ini sudah hampir dua bulan menjadi penghuni ruang ICU lantai III RS Dharmais, Jakarta.

Tidak ada yang menyangka, bila Tissa yang awalnya ceria, aktif dan gesit kini tumbang tak berdaya akibat GBS
Semuanya terlihat sangat normal, apalagi selain aktif di OSIS SMU 1 Tangerang, Tissa juga dikenal sebagai atlet basket dan softball di sekolahnya.

Namun semuanya berubah dan menjadi mimpi buruk bagi keluarga Teguh pada tanggal 16 Juni lalu

BACA JUGA: Subur-Kencang dari Ruang Bertekanan

Saat itu menjelang magrib, Tissa mulai mengeluhkan badannya terasa kelelahan, kaki kesemutan dan sangat berat digerakkanTissa bahkan meminta kakaknya, Tussi untuk mengantarnya cek ke dokter.

"Saya sempat heran, padahal Tissa selama ini tidak pernah mengeluh sakit apalagi minta diantar ke dokterBahkan 3 hari sebelumnya, saya sama Tissa sempat olahraga di Senayan," kata Tussi, kakak sulung Tissa pada JPNN yang menemuinya di RS Kanker Dharmais, Selasa (9/8) malam.

Kondisi Tissa terus melemah dan keluarga segera melarikannya ke RS MayapadaPara dokter sempat memvonis Tissa kekurangan KaliumObat-obatan pun diberikan namun bukannya membaik, Tissa terus memburukHanya dalam hitungan jam, Tissa pun nyaris lumpuh dan harus dipapah saat Dokter merujuknya ke RS Dharmais.

Sampai di RS Dharmais, Tissa langsung masuk ICU dan mendapatkan bantuan alat pernafasan (ventilator)Sejak itulah Tissa yang dikenal aktif, pelan-pelan ibarat mati suriJangankan menggerakkan badan, bahkan membuka mata saja pun tidak bisaTissa langsung koma dan sekitar 10 hari kemudian barulah para dokter memvonisnya terserang GBS.

"Kami tak pernah tahu apa itu GBS? Sebabnya apa, darimana dan bagaimana bisa anak kami yang semula sehat, mendadak harus hidup menggunakan mesin tanpa henti hanya dalam hitungan jam dan hari," kata Teguh.

Pensiunan Angkasa Pura II ini pun harus menerima kenyataanMemperjuangkan kehidupan putri bungsunya dengan berkejar-kejaran antara nyawa dan waktuBiaya RS dan obat-obatan yang sangat mahal, harus ditanggungnya sendiriPadahal uang pensiun yang diterimanya hanya Rp1,4 juta per bulan.

Teguh awalnya masih bisa berjuang untuk Tissa dengan mengandalkan tabungan, pinjaman, sumbangan dan hutang kiri kananNamun menghitung hari hingga masuk hitungan bulan, Tissa tak kunjung jua menunjukkan tanda-tanda kesembuhan.

"Hingga hari ini biaya RS sudah sekitar Rp350 jutaYang sudah saya bayar sekitar Rp170 jutaanSisanya sekitar Rp155 jutaan masih berhutang ke pihak RSYang membuat saya panik, hingga saat ini tidak ada satupun yang bisa memastikan kapan anak saya akan sembuh," kata Teguh.

Dari awalnya termasuk golongan mampu, kini Teguh ibarat dimiskinkan oleh GBSMeski sudah mengeluhkan kondisi putrinya ke berbagai pihak, namun Teguh belum mendapat bantuan apapun dari pemerintah.

"Dari perusahaan, santunan pensiunan hanya untuk saya dan istriSedangkan untuk anak tidak adaDari pemerintah juga saya tidak bisa mengajukan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), karena semua orang taunya saya mampuTapi dengan kondisi seperti ini, semua harta rasanya sudah habisKami pun hanya tinggal di rumah komplek yang harusnya ketika masuk usia pensiun wajib kami tinggalkan," kata Teguh.

Setiap harinya Teguh dan Novita berharap Tissa bisa kembali ceria dan aktif seperti sedia kalaNamun Tissa yang sudah menjalani tiga kali cuci plasma (setiap satu kali biayanya Rp25 juta lebih), tetap saja tidak banyak menunjukkan perubahanCuci plasma hanya mampu membuat Tissa bisa berkomunikasi melalui gerak kepala dan mata sajaSementara gerak motorik lainnya lumpuh total.

Saat JPNN berkesempatan mengunjungi ruang ICU, berbagai mesin pemantau gerak motorik tampak mengelilingi ranjang dimana hampir 2 bulan Tissa berbaringKarena GBS juga sudah menyerang gerak motorik paru-parunya, Tissa terpaksa bernafas menggunakan ventilator yang dilubangi melalui lehernyaTissa sang atlet Basket itu benar-benar terlihat ringkih dan tidak berdayaHanya bola matanya saja yang terlihat bergerak.

JPNN berusaha mengajak Tissa berkomunikasi dengan cara memegang tangannyaTissa sempat memandangTerlihat rona letih diwajahnya"Tissa ngantuk ya?"Pertanyaan inipun dijawabnya dengan satu kedipan seolah mengiyakan.

"Beginilah kondisi anak saya sekarangHampir semuanya sudah bergantung dari mesinKami sudah bingung mau mencari biaya pengobatan dari mana lagiSebagai seorang ayah, saya akan berjuang sampai kapanpun demi kesembuhan anak saya iniApapun yang terjadi," kata Teguh yang mengaku tak pernah meninggalkan rumah sakit meski sehari pun.

Bahkan untuk mengakali biaya rumah sakit yang cukup mahal, Teguh harus membelanjakan uangnya secara bijakSebagian peralatan medis dibelinya dari luar RS, sedangkan obat-obatan tetap ditebus di RS.

"Sebenarnya tidak sanggup dengan biaya yang begitu besar, tapi kami tidak mungkin menyerah sementara Tissa sudah demikian kuat bertahanKami hanya bermohon pemerintah menolong kesusahan kami saat iniKarena kami sudah tak punya apa-apa lagi," kata Teguh bermohon.(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tinggi, Cerai Karena Beda Pandangan Politik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler