Gedung Bersejarah, Saksi Perjuangan di Surabaya (2-habis)

Sabtu, 10 November 2018 – 13:31 WIB
Kawasan Kantor Gubernur yang menjadi saksi persitiwa heroik. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Surabaya sebagai medan pertempuran pada tahun 1945 memiliki banyak tempat-tempat bersejarah yang tentunya menyimpan cerita yang tak lekang dimakan waktu. Gedung-gedung ada sudah hancur karena tuntutan jaman, namun ada pula yang hingga kini masih kokoh berdiri dan berfungsi dengan baik.

Inilah gedung-gedung bersejarah itu.

BACA JUGA: MUI Ajak Masyarakat Meneladani Sifat dan Sikap Para Pahlawan

Jembatan Merah 

Ini adalah salah satu pengecualian. Sebab, meski bukan gedung, Jembatan Merah menyimpan banyak cerita yang tak bisa dilewatkan. Bahkan, mungkin menjadi tempat paling bernilai historis.

BACA JUGA: Gedung-Gedung Bersejarah, Saksi Perjuangan di Surabaya (1)

Puncak pertempuran tiga hari antara tentara sekutu dan rakyat Surabaya meletus juga. Ketegangan itu terjadi karena tentara Inggris melanggar perjanjian gencatan senjata. Mereka menembaki warga yang sedang berkumpul menyaksikan pidato singkat dari Residen Sudirman, Doel Arnowo, dan Mayjen Soengkono yang naik ke atap mobil.

Pejuang Indonesia siaga dan ikut waspada. Mereka menyebar sampai di Jembatan Merah. Ternyata, yang ditakutkan benar terjadi. Tentara sekutu memberondong kerumunan warga yang melihat konvoi.

Suara tembakan nyaring terdengar. Serangan balasan pun dilakukan. Pejuang yang sudah siap di Jembatan Merah menyerbu. Salah satu sasarannya mobil yang ditumpangi pimpinan tentara Inggris, Brigjen A.W.S. Mallaby. Puncak kemenangan diraih dengan tewasnya sang jenderal.

Jembatan yang melintas di atas Kalimas itu kini menjadi infrastruktur ikonik di Surabaya. Saksi pertempuran kala itu. Keasliannya tetap terawat hingga sekarang. 

 

BACA JUGA: Presiden Peringati Hari Pahlawan di Bandung

 

Kantor Gubernur 

Di Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan Nomor 110, Krembangan, Inggris pernah meminta perundingan dengan mendatangkan Soekarno-Hatta dari Jakarta. Pada 29 Oktober 1945, dua tokoh itu mendarat di lapangan Morokrembangan untuk melakukan perundingan.

''Namun, kondisi bangunan sudah berubah. Banyak yang direnovasi,'' kata Sumardi, bagian pemeliharaan gedung. 

Beberapa sejarawan dan akademisi belum bisa memastikan ruangan yang dijadikan lokasi perundingan saat itu. Termasuk Sumardi. Sebab, gedung yang dibangun pada 1929 tersebut memiliki banyak ruangan. 

Adrian Prakasa, ahli sejarah dan cagar budaya, membenarkan bahwa perundingan dilakukan di gedung itu. Perundingan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya, menjaga ketenteraman dan menghentikan kontak senjata. Selain itu, semua satuan harus kembali ke tangsinya dan yang terluka dibawa ke rumah sakit.  

 

Kantor Pos Kebonrojo

Pertempuran tiga hari juga terjadi di Kantor Pos Kebonrojo. Sejak 28 Oktober 1945, suasana kota memang sudah panas. Sekutu yang bergerak sejak 25 Oktober 1945 mulai menguasai kota dan bangunan penting. 

Salah satunya Kantor Pos Kebonrojo. Lokasi itu diduduki tentara sekutu sebagai markas pertahanan. Pertempuran di beberapa gedung penting pada 28 Oktober 1945 membuat banyak pejuang bergelimpangan dan menewaskan sebagian kecil tentara sekutu. 

Dalam serangan dadakan itu, sejarawan Unair Adrian Perkasa mengatakan, setidaknya satu prajurit sekutu harus melawan seratus pejuang. "Pertempuran tiga hari ini memang sangat hebat. Khususnya bagi pejuang. Karena di peristiwa itulah banyak anggota pasukan sekutu yang berguguran," terangnya. 

Fungsi bangunan itu dulu berubah-ubah. Selain menjadi rumah dinas bupati dan sekolah, bangunan tersebut akhirnya difungsikan sebagai Kantor Pos Besar Surabaya. 

 

Gedung RRI

Kantor RRI di Jalan Pemuda menyimpan banyak sekali sejarah. Tepat pada 28 Oktober 1945, pertempuran melawan tentara Gurkha di bawah komando Inggris pecah untuk kali pertama. Penyebabnya, tentara Inggris geram terhadap kebiasaan RRI memutar lagu kebangsaan Indonesia Raya tepat sebelum dan sesudah siaran berlangsung. 

Puluhan orang menjadi korban keganasan 35 tentara Gurkha. Gedung radio satu-satunya di Surabaya itu akhirnya mereka kuasai. Hingga akhirnya pada pukul 18.00 di hari yang sama ketika perang meletus, salah satu tentara Inggris yang berpangkat mayor keluar dari RRI. Dia dihentikan di tempat yang kini menjadi Balai Pemuda. Jipnya dirampas. Dia pun tewas dibunuh.

Keesokan harinya, usaha untuk merebut kembali RRI dilakukan. M. Yasin, komandan pasukan Polisi Istimewa, mengirim panser yang berisi tiga orang. Yakni, Luwito, Wagimin, dan Sutrisno. Mereka melakukan serangan balasan.

(Jawa Pos/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Belajar tentang Kepahlawanan dari Prajurit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler