jpnn.com, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras praktik kerangkeng manusia dan dugaan perbudakan oleh Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin.
Deputi Koordinator Strategi Kontras Rivanlee Anandar menyayayangkan sikap Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat yang seakan mendukung praktik kerangkeng walaupun sudah mengetahui sejak lama.
BACA JUGA: KPK Siap Bantu Polda Sumut Mengusut Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati LangkatÂ
Padahal, kata dia, Rencana Terbit tidak memiliki otoritas melakukan pembinaan atau rehabilitasi terhadap pengguna narkotika.
"Hal ini menandakan bahwa institusi lain yang membiarkan praktik tersebut tidak mengerti konsep dasar hak asasi manusia," kata Rivanlee dalam keterangannya, Selasa (25/1).
BACA JUGA: Ada Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Uni Irma Merespons Pakai Kata Biadab
Menurut Rivanlee, sampai saat ini belum ada jaminan keamanan dan informasi secara pasti mengenai kondisi puluhan korban yang menempati kerangkeng tersebut.
"Sejauh ini juga belum ada pihak mana pun yang berhasil menjalin komunikasi dan meminta keterangan korban dan keluarganya," kata Rivanlee.
BACA JUGA: Pasien dalam Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Dites Urine, Hasilnya?
Berdasarkan temuan Migrant Care, lanjut Rivanlee setidaknya ada dua kompleks penjara sebagai tempat tinggal para pekerja.
Rivanlee mengatakan praktik itu dipastikan sebagai bentuk perbudakan modern yang merupakan kejahatan lintas batas dan sangat memprihatinkan.
"Kami menilai kejahatan ini tidak hanya dilakukan oleh Bupati Langkat, melainkan melibatkan banyak pihak. Baik yang dilakukan secara sengaja maupun dalam bentuk pembiaran," kata Rivanlee.
Karena itu, Rivanlee menilai ada dugaan kuat praktik itu dilakukan secara terencana mengingat jumlah korban cukup banyak yakni sebanyak 40 orang.
"Kami menilai rangkaian tersebut merupakan kejahatan terstruktur dan pelanggaran serius terhadap kemanusiaan," kata Rivanlee.
KontraS, kata Rivanlee menyoroti kinerja polisi yang tidak berhasil membongkar dugaan praktik perbudakan tersebut selama lebih dari 10 tahun.
Padahal, lanjut dia, lokasi dari dugaan perbudakan merupakan tempat yang sangat mudah diakses oleh aparat keamanan.
"Tindakan perbudakan ini tentu saja telah memenuhi unsur delik mengenai perampasan kemerdekaan sebagaimana diatur dalam Pasal 333 KUHP," kata Rivanlee.
Pada sisi lain, Rivanlee menilai gagalnya pembongkaran praktik dugaan perbudakan tersebu membuktikan lemahnya perlindungan negara terhadap hak asasi para pekerja di Kabupaten Langkat.
"Negara telah mengabaikan hak asasi warga Kabupaten Langkat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak," kata Rivanlee Anandar.
Oleh karena itu, KontraS mendesak Komnas HAM segera menginvestigasi dan membongkar secara tuntas praktik pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.
Selain itu, meminta LPSK RI segera menjamin hak atas rasa aman dengan melakukan perlindungan terhadap para korban.
Selain itu, LPSK diminta harus segera melakukan pemulihan efektif bagi para korban perbudakan baik secara fisik maupun psikologis.
"Polda Sumatera Utara harus mengusut secara tuntas dan berkeadilan dengan menangkap seluruh pelaku yang terlibat dalam praktik perbudakan di rumah Bupati Langkat tersebut," kata Rivanlee.(cr3/jpnn)
Redaktur : Friederich
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama