Gelar Pesta Striptis di Bali, 16 Turis Australia Mengaku Diperas Polisi

Senin, 22 Juni 2015 – 07:01 WIB

jpnn.com - NAMA aparat kepolisian di Bali lagi-lagi diberitakan miring di dunia internasional. Kali ini adalah berita tentang dugaan pemerasan yang dilakukan oknum polisi di Bali terhadap 16 turis asal Australia.

Harian Sydney Morning Herald di Australia menulis, 16 wisatawan dari Negeri Kanguru itu diperas oleh oknum polisi di Bali hingga sebesar AUD 25.000 atau sekitar Rp 250 juta pada Februari lalu. Sejumlah nama kondang masuk dalam rombongan turis yang diperas itu. Misalnya, bekas model Mark Ipaviz, pengusaha hiburan Nick Russian, penata rambut para selebritis Joey Scandizzo dan beberapa bekas peragawan kondang di Australia.

BACA JUGA: Cerai, Harta Gono-gini Dibagi, Kursi, Kasur, Mobil, Semua Dibelah Dua

Menurut sumber yang dikutip Fairfax Media, para turis Australia itu ditodong pistol, disengat dengan senapan kejut listrik (taser gun), dianiaya dan dikenai tuduhan palsu sehingga ditahan. Mereka dilepas setelah dipaksa membayar suap Rp 250 juta.

Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia sebenarnya mengaku sudah mengetahui kasus itu. Namun, kementerian yang dipimpin Julie Bishop itu memilih menolak mengimentarinya.

BACA JUGA: Inilah Tren Gaya Hidup yang Dipersembahkan India untuk Dunia

Selain itu, tak satupun di antara 16 turis Australia yang mendapat perlakuan tak menyenangkan saat berlibur di Bali itu mau bicara terbuka ke publik. Ipaviz pun dalam pernyataan singkat ke juga memilih berhati-hati.

“Aku harap Anda menghormati pilihan saya untuk tidak berkomentar karena konsen saya pada warga Australia dan warga negara asing lainnya yang berada dalam situasi yang sama akibat salah tangkap sehingga harus berurusan dengan pihak berwenang yang tak bertanggung jawab dan tak beretika di negeri mereka sendiri,” tutur Ipaviz menjawab pertanyaan Fairfax Media.

BACA JUGA: Inilah Gedung Tertinggi Kedua dan Lift Tercepat di Dunia, Bentuknya Mirip Termos Raksasa

Ia khawatir pemberitaan tentang kasus itu justau akan menjadi persoalan internasional. “Dan saya lebih suka untuk tidak bertanggung jawab soal itu,” katanya.

Sedangkan sumber lain di antara rombongan turis Australia itu menuturkan, mereka tinggal di kawasan Seminyak, Bali selama lima hari pada Februari lalu. Seperti halnya wisatawan mancanagara yang berkunjung di Bali, mereka pun berjemur, bermalas-malas di tepi kolam dan tentu meminum bir.

Pada malam terakhir, yakni 26 Februari, mereka menggelar makan malam di tempat tertutup di sebuah restoran di Seminyak. Salah satu kolega Ipaviz lantas mengundang penari striptis dan mengaku sudah mendapat izin dari manajer restoran.

Saat para wisatawan Australia itu tengah menikmati striptis di ruangan tertutup, tiba-tiba petugas keamanan dalam alias satpam restoran masuk dan membuyarkan pesta mereka. Apesnya, salah satu di antara wisatawan itu ada yang dikepruk botol oleh satpam.

Ada pula yang disengat dengan taser gun dan diancam bakal dibunuh. Salah satu di antara mereka bahkan ada yang membutuhkan perawatan medis karena terluka.

Para satpam itu lantas memaksa para wisatawan Australia menyerahkan telepon genggam mereka. Selanjutnya, satpam restoran memanggil polisi.  “Saya tahu kita dalam masalah ketika polisi datang dan disambut penjaga dengan pelukan,” kata salah satu kolega Ipaviz.

Selanjutnya, 16 turis Australia itu bersama penari striptisnya digiring masuk ke dalam sebuah mobil dan dibawa ke kantor polisi. Mereka mengaku didiamkan saja hingga penerjemah tiba pada pagi harinya.

Sumer itu menuturkan, ppenerjemah yang juga seorang polisi wanita mengatakan baha para wisatawan Australia itu terancam 10 tahun penjara. Sebab, aksi mereka mengundang penari striptis telah mencoreng dan membuat tersinggung masyarakat Bali.

Polwan penerjemah itu lantas bernegosiasi dengan dua di antara wisatawan Australia. Namun, para turis Australia itu dilarang berhubungan dengan pihak konsulat mereka di Denpasar.

“Karena itu akan menghentikan negosiasi dan kami akan menghabiskan waktu berbulan-bulan di tahanan sebelum proses pengadilan,” kata salah satu di antara turis yang jadi korban pemerasan itu

Selanjutnya, polwan penerjemah menawarkan bahwa urusan bisa dipermudah. “Dia bilang kami bisa membayar denda. Dan ini bukan pertama kalinya mereka melakukannya,” tutur sumber itu.

Setelah sempat 24 jam berada di tahanan kepolisian, akhirnya dua di antara turis Australia itu bergegas mencari mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Mereka menarik uang hingga Rp 250 juta dari sejumlah ATM yang tersebar di kawasan Seminyak dan Kuta.

Begitu suap dibayarkan, para turis itu langung dilepas. Namun, mereka sudah ketinggalan pesawat untuk perjalanan pulang ke Melbourne.

Insiden itu pun membuat beberapa di antara mereka trauma dan tak mau lagi berkunjung ke Bali. “Saya tak akan pernah pergi lagi (ke Bali, red),” kata salah satu di antara mereka.(sydneymorningherald/ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ramadan, Politikus Belanda 3 Kali Tayangkan Kartun Nabi Muhammad


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler