jpnn.com, JAKARTA - DPP PDI Perjuangan menggelar acara tabur bunga untuk memperingati peristiwa 27 Juli 1996, penyerangan kantor pusat mereka, atau yang dikenal Kudatuli.
Kegiatan itu dipimpin Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP Ribka Tjiptaning, Yanti Sukamdani, mantan tim pembela PDIP Tumbu Saraswati, anggota DPR Nyoman Parta serta puluhan keluarga korban yang biasa disebut Forum Komunikasi Kerukunan (FKK).
BACA JUGA: PDIP Minta Anies Segera Tangani 2 Masalah Lingkungan di Jakarta
Ribka mengatakan peristiwa yang terjadi di Jalan Diponegoro No. 58, Menteng ini merupakan saksi sejarah menumbangkan rezim otoriter saat itu.
Ribka menyebut saat itu ada dukungan masyarakat yang memberi kekuatan terhadap Megawati melawan kekuatan Orde Baru.
BACA JUGA: Poros Prabowo-Puan Yakin Koalisi Gerindra-PDIP Akan Jadi King Maker 2024
"Kami sekarang masuk tahun ke-26 memperingati Kudatuli. DPP PDI Perjuangan menginginkan terus usut kasus ini. Kami juga sudah ke Komnas HAM. Kami minta jangan hanya bawahan, pelaksana saja yang ditangkap tetapi aktor intelektualnya, apa pun pangkatnya. Mereka semua masih bekeliaran tanpa proses hukum," ucap Ribka.
Sementara itu, Hasto mengatakan pihaknya tak pernah melupakan satu peristiwa yang sangat penting ini.
BACA JUGA: Mardani Maming Jadi Buron KPK, Nurdin PDIP Berkomentar Begini
"Kita tahu peristiwa 1965 mengubah sejarah kita.dan sampai sekarang sisi gelap 1965 masih saja terjadi. Di mana rakyat Indonesia karena intervensi kekuatan neokolonialisme dan imprealisme yang kemudian melengserkan Bung Karno dengan segala cara," jelas Hasto.
Politikus asal Yogyakarta itu menilai perjuangan Bung Karno berhasil membebaskan bangsa-bangsa Asia Afrika dan Amerika Latin menakutkan kaum imperialis karena daya imajinasi dan kepemimpinannya.
Terlebih ketika Bung Karno mendapat gelar pendekar dan pembebas bangsa Islam, serta akan memberi hadiah Bom Atom kepada ABRI agar Indonesia semakin berperan penting bagi perdamaian dunia.
"Apa yang dilakukan Bung Karno menakutkan kemapanan kaum kolonialisme dan imperialisme," papar Hasto.
Hasto lalu mengurai rangkaian kisah yang memicu kasus 27 Juli. Dia mengatakan peristiwa itu dipicu oleh intervensi kekuasaan dalam Kongres PDI.
"Dari Asrama Haji Surabaya itu pada momentum yang sangat kritis, hadirlah Ibu Megawati memimpin gerakan morel rakyat. Itulah momentum yang Ibu Mega sering ceritakan kepada saya, bagaimana sebelum kongres dibubarkan, beliau mengambil momentum dan mengatakan secara de facto saya adalah ketua umum PDI. Itu lah cikal bakal perlawanan kekuatan arus bawah, karena pada sampai detik ini akibat proses intervensi Orde Baru adalah tradisi perlawanan," urai Hasto.
Hasto pun menyinggung berbagai upaya dalam menggagalkan kepemimpinan Megawati. Upaya itu, lanjut Hasto, puncaknya ketika kantor partai diserang secara brutal dan kemudian timbul korban jiwa.
"Itu titik yang sangat gelap dalam demokrasi kita bagaimana pemerintahan menyerang parpol yang sebenarnya sah di mata hukum dan di mata rakyat," lanjut Hasto.
Oleh karena itu, lanjut Hasto, peringatan ini sangat penting. PDIP juga memanjatkan doa agar para arwah yang menjadi korban dalam peristiwa 27 Juli 1996 ditempatkan di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Hasto memastikan pihaknya akan mengawal peristiwa 27 Juli agar kebenaran dan hukum ditegakkan.
"Esensinya yang paling berkeadilan, menghukum siapa pun yang telah melakukan suatu skenario yang telah menciptakan tragedi kemanusiaan yang begitu kelam dalam sejarah demokrasi kita," kata Hasto. (antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasto Mempertanyakan Prestasi Anies, Ahmad Ali: Komunikasi NasDem dan PDIP tidak Terganggu
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga