Gelombang Ketiga COVID-19 Diperkirakan Terjadi Awal 2022, ini Penyebabnya

Senin, 25 Oktober 2021 – 14:04 WIB
Pakar ilmu kesehatan dari Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama. (ANTARA/HO- Prof Tjandra Yoga Adita).

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia diperkirakan menghadapi ancaman gelombang ketiga COVID-19.

Menurut pakar ilmu kesehatan dari Universitas Indonesia (UI) Prof Tjandra Yoga Aditama, penyebabnya kemungkinan vaksinasi yang belum memadai.

BACA JUGA: Waspada, Gelombang Baru COVID-19 Varian Delta di Negara ini Menyebar 11 Provinsi

"Masih sekitar 65 persen penduduk Indonesia belum mendapat perlindungan memadai vaksin atau belum dapat vaksin dua kali."

"Bahkan, masih lebih 3/4 lansia belum dapat vaksin memadai," ujar Tjandra Yoga Aditama yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin (25/10).

BACA JUGA: Ulah Oknum ASN ini Sungguh Terlalu, Pakai Modus Guna-guna, LPSK Sampai Turun Tangan

Guru Besar Ilmu Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu juga menyoroti aktivitas masyarakat yang cenderung meningkat dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan kembali menurun.

"Sekarang aktivitas masyarakat terus meningkat, sementara tidak semua menjaga jarak dan memakai masker dengan benar," ucapnya.

BACA JUGA: Kabar Terbaru Soal Mediasi Luhut Binsar dengan Haris Azhar dan Fatia, Semoga

Pria yang juga Direktur Pasca-Sarjana Universitas Yarsi itu mengingatkan masyarakat, agenda hari besar yang diikuti peningkatan mobilisasi berisiko besar memicu gelombang lanjutan COVID-19.

"Pengalaman selama ini, kalau ada peningkatan mobilisasi karena libur panjang, kasus akan naik," katanya.

Tjandra mengatakan sejumlah hal tersebut menjadi pertimbangan para pakar yang saat ini memperkirakan gelombang ketiga di Indonesia mungkin saja terjadi di awal 2022.

Tentang berapa besar peningkatan kasus akhir tahun, Tjandra mengatakan bergantung pada sejumlah hal.

Antara lain, seberapa patuh masyarakat pada ketentuan menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan (3M).

Hal lainnya, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah sesuai derajat yang ada.

"Selain itu, juga perlu melihat sebaik apa memantau data perkembangan kasus dari waktu ke waktu, dan kalau ada kenaikan, seberapa ketat pembatasan sosial diberlakukan," katanya.

Tjandra mendorong masyarakat untuk berpartisipasi secara cepat dalam vaksinasi COVID-19.

"India yang penduduknya empat kali dari Indonesia sudah menyuntik 8 juta orang sehari, target Indonesia 2 juta sehari rasanya cukup tepat dan semua dapat dicapai. India juga sudah memvaksin 1 miliar penduduknya," katanya.

Hal penting lainnya adalah efektivitas tes dan telusur di masyarakat.

"India kasusnya juga sudah landai, peringkat di Nikkei lebih baik dari kita, dan India sekarang ini melakukan tes 1,5 juta sehari, jadi kalau Indonesia seperempatnya, sebaiknya sekitar 400 ribu, dan telusur dilakukan pada 15 kontak dari kasus yang ada," katanya.

Tjandra mengingatkan otoritas terkait untuk mengendalikan pintu masuk negara dalam antisipasi kemungkinan peningkatan kasus dari mereka yang datang dari luar negeri.

"Ada tidaknya varian baru yang muncul dan kalau ada apakah akan lebih menular atau tidak. Untuk itu, jumlah pemeriksaan Whole Genome Sequencing kita harus ditingkatkan," ujarnya.

Tjandra menambahkan Presiden RI Joko Widodo mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai varian baru yang muncul di negara lain.

"Pada sambutan pembukaan Kongres PERSI pagi ini, Presiden juga menyampaikan bahwa kita perlu waspada dengan varian baru yang ada di negara-negara lain," katanya.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler