Gelontorkan Dana Rp 20 M untuk Rehabilitasi Dolly

Pemkot Carikan Pekerjaan bagi Warga Terdampak

Jumat, 20 Juni 2014 – 09:12 WIB
Anggota Satreskrim Polrestabes Surabaya menangkap tiga orang PSK dan beberapa muncikari di kawasan bekas lokalisasi Dolly. Foto: SURYANTO/RADAR SURABAYA/JPNN.com

jpnn.com - SURABAYA – Setelah menutup lokalisasi Dolly, pemkot tidak lantas mendiamkan warga yang terdampak. Mereka yang sudah masuk data di pemkot serta memenuhi syarat akan disalurkan ke instansi-instansi pemkot sebagai pegawai.

’’Saya setiap hari memelototi data pemkot. Saya berpikir sekiranya mana yang bisa bekerja, ya kami ajak,” jelas Wali Kota Tri Rismaharini di ruang kerjanya Kamis (19/6).

BACA JUGA: Sejarah Dibacakan, Ketua Dewan Pingsan

Warga terdampak itu, kata Risma, datang dari beragam latar belakang. Mulai warga biasa hingga mereka yang terjun ke dunia hitam. Semua data telah tercatat di meja wali kota.

Dia mengatakan, sudah ada beberapa orang yang direkrut. ”Baru saja ada seorang anak lulusan SMK teknik informatika, dia kami salurkan ke dinas informasi dan komunikasi,” ungkapnya.

BACA JUGA: Desak Wako-DPRD Usulkan Honorer Asli Gagal Tes jadi CPNS

Ada pula lima orang yang sudah dipekerjakan di RSUD dr M. Soewandhie. Sebentar lagi, juga ada yang disalurkan ke dinas cipta karya dan tata ruang (DCKTR).

Menurut Risma, selama ini warga yang tinggal di kawasan Putat Jaya memang agak sulit mencari pekerjaan di jalur formal. Banyak perusahaan yang berpikir negatif tentang asal daerah mereka. Padahal, seharusnya anak-anak di kawasan itu memiliki kesempatan sama dengan yang lain.

BACA JUGA: Terlambat atau Bolos, Tunjangan PNS Dipotong

Risma mengungkapkan bahwa penuntasan masalah lokalisasi memang begitu pelik. Sebab, kawasan prostitusi di Surabaya menyatu dengan permukiman. Padahal, kondisi tersebut menimbulkan banyak efek negatif.          

Karena itu, Risma berpikir bahwa masalah tersebut harus cepat diselesaikan. Dolly dan sekitarnya harus berubah menjadi kawasan permukiman yang sehat sehingga setara dengan kawasan permukiman lain. Dia yakin, bila kawasan itu berbenah, harga lahan di sana akan naik. ”Masyarakat bisa sejahtera,” ujar wali kota perempuan pertama di Surabaya tersebut.

Dia menjelaskan, untuk mengembalikan kondisi psikologis warga terdampak, pemkot melibatkan banyak psikolog agar trauma mereka akan masa lalu bisa hilang.

Menurut Risma, pasca penutupan Dolly, tugasnya tidaklah enteng. Bahkan, pekerjaan rumahnya makin berat karena masalah-masalah lain akan berdatangan. Namun, banyaknya masalah tidak berarti tak bisa diselesaikan.

Di samping menyalurkan warga terdampak bekerja, Risma akan mengguyurkan anggaran untuk pendampingan pasca penutupan. Rencananya, anggaran tersebut dimohonkan persetujuan ke DPRD Surabaya pada Perubahan APBD 2014.

Alumnus ITS itu menambahkan, alokasi anggaran yang akan diguyurkan mencapai Rp 20 miliar. Berbagai sarana infrastruktur akan dibangun.

Sejumlah pengurus kampung juga sudah mengajukan proposal mengenai fisik yang harus direhabilitasi. Mulai perbaikan jalan akses di kampung-kampung hingga saluran. ”Ini akan saya dahulukan. Mungkin bisa diambilkan dari sisa-sisa lelang,” tuturnya.

Warga yang akan berusaha di jalur informal juga dibantu. Pemkot memfasilitasi pengurusan perizinan. ”Pasti itu. Asal mereka mau berusaha, kami bantu,” jelasnya.

Pemkot juga mengupayakan rehabilitasi ekonomi warga. Salah satunya, pemkot akan membangun sentra PKL di samping Taman Bungkul. Di sana warga Dolly yang telah mengikuti pelatihan keterampilan bisa berdagang.

Di bagian lain, satu per satu pekerja lokalisasi Dolly-Jarak yang ingin mentas dari prostitusi mengambil dana kompensasi. Mucikari dan pekerja seks komersial (PSK) itu mendatangi kantor Koramil Sawahan yang dipakai sebagai tempat pembagian uang stimulan.

Sejak pukul 09.00, para PSK tersebut berdatangan. Hampir semua datang dengan mengenakan masker dan berkerudung. Beberapa di antara mereka juga memakai kacamata hitam. Begitu pula mucikari.

Hingga pukul 17.00, jumlah PSK yang menerima bantuan itu adalah 79 orang. Mucikari yang menerima uang kompensasi penutupan wisma tersebut berjumlah 23 perempuan.

Jumlah itu baru sebagain kecil dari total PSK 1.449 orang dan 311 mucikari. ’’Kalau mereka dibebaskan untuk memilih mentas, banyak juga yang ingin bebas dari prostitusi,’’ ungkap Kepala Satpol PP Irvan Widyanto yang ditemui di kantor koramil.

Dia menerima laporan bahwa banyak PSK dan mucikari yang diintimidasi warga yang menolak penutupan lokalisasi. Padahal, intimidasi semacam itu justru tidak dibenarkan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Secara umum, dalam pemberian bantuan, sejak pagi hingga petang kemarin, tidak ada kendala yang berarti. Semua berjalan lancar. Puluhan aparat TNI, polisi, satpol PP, dan linmas terlihat berjaga di sekitar koramil. Mereka mengesankan penjagaan yang ketat, namun tampak santai.

Komandan Dandim 0832/Surabaya Selatan Lekol Inf Rudi Andriono mengungkapkan, jumlah personel yang dikerahkan untuk pengamanan Koramil Sawahan tersebut hanya satu peleton. ’’Seperti yang Anda lihat sendiri. Di sini aman terkendali,’’ ujarnya.

Rudi menjelaskan, koramil diiuktsertakan sebagai bentuk dukungan penuh pada kebijakan pemerintah daerah. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). ’’Malah melanggar undang-undang kalau kami tidak mendukung,’’ tegasnya.

Pemilihan lokasi di Koramil Sawahan memang terbilang tepat. Sepanjang hari kemarin, tidak ada gangguan sedikit pun. Jadi, pemberian ganti rugi kepada PSK dan mucikari pun lancar.

PSK ditempatkan di ruang yang agak lebar di dekat pos penjagaan. Mereka setidaknya harus melawati dua meja verifikasi pengecekan data diri lebih dulu oleh petugas Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya. Dua formulir identitas harus dilengkapi kartu tanda penduduk (KTP) asli mereka.

Di meja kedua, mereka akan diverifikasi Lurah Putat Jaya Bambang Hartono. Hanya PSK dalam database yang telah diajukan kepada Kementerian Sosial yang bisa lolos dari meja tersebut. ’’Saya kasih surat keterangan domisili. Itu sesuai dengan data hasil verifikasi kami,’’ kata dia.

Setelah itu, para PSK melewati meja pemberian uang yang disalurkan Bank Jatim. Dana Rp 5.050.000 yang diterima setiap PSK tersebut langsung masuk ke dalam rekening Bank Jatim atas nama mereka.

Di meja terakhir, kesehatan mereka diperiksa. Pemeriksan itu bertujuan untuk mendata PSK tersebut mengidap HIV/AIDS atau tidak. Langkah itu dilakukan untuk memonitor terus perkembangan mereka.

Sementara itu, pencairan dana Rp 5 juta kepada mucikari lebih sederhana. Mereka hanya perlu mendatangi satu meja di ruang yang berbeda dengan pembagian dana PSK.

Di ruang tersebut, tiga petugas Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Jatim bersiap memberi dana berdasar surat keputusan gubenur. ’’Pencairan ini melalui bantuan sosial tunai,’’ jelas Kasubbag Penanggulangan Bencana Biro Kesra Setda Provinsi Jatim Lilik Sri Utami.

Para mucikari itu juga ditanyai soal penggunaan uang stimulan yang mereka terima. Data tersebut akan dipakai untuk pemetaan profesi yang diminati mucikari pascadeklarasi penutupan lokalisasi Dolly-Jarak. ’’Kebanyakan mereka ingin uang itu buat tambahan modal usaha di kampung,’’ papar Lilik.

Seorang mucikari bernama Sulastri menjelaskan, dirinya ingin memberikan dana kompensasi tersebut untuk tambahan modal ibunya. Perempuan asli Sidoarjo yang sudah 23 tahun mendiami lokalisasi Jarak itu ingin alih profesi. ’’Saya ingin pulang kampung saja. Mungkin buka usaha,’’ ucap dia. Jumlah anak buah dia tinggal tiga orang. Semua sudah berusia di atas 35 tahun.

Hal serupa diungkapkan Agus. Pria asal Malang tersebut berencana membuka kafe. Dia bakal bekerja sama dengan beberapa temannya untuk tambahan modal. ’’Tapi, tidak ada prostitusinya. Hanya kafe,’’ terangnya.

Agus pun telah meminta empat anak buahnya datang ke koramil. Berdasar hasil pembicaraan dia dengan anak buahnya, rata-rata mereka ingin pulang kampung dan membuka usaha yang halal. ’’Ada juga yang ingin nikah. Ya, terserah mereka,’’ lanjut dia.

Nita, mucikari lainnya, agak takut datang ke Koramil Sawahan. Dia khawatir diintimidasi orang-orang yang selama ini menolak penutupan. ’’Saya gemeteran mau datang ke sini. Banyak yang mengawasi,’’ jelas Nita yang punya tiga PSK.

Seorang PSK yang mengaku bernama Wulan juga mengambil uang kompensasi kemarin. Perempuan asal Nganjuk itu berencana memanfaatkan dana tersebut untuk modal berjualan pulsa. ’’Sebelumnya saya berpengalaman jual beli pulsa. Ingin mengembangkannya lagi,’’ kata janda beranak satu tersebut.

Wulan menuturkan, program penutupan lokalisasi Dolly-Jarak dan pemberian kompensasi itu adalah jalan bagi dirinya untuk berubah. Dia seolah menemukan jalan terang untuk menatap masa depan. ’’Mungkin ini jalannya. Saya ingin menyudahi semua,’’ tegasnya.

Di pihak lain, Polda Jatim belum berencana menarik pasukan meski deklarasi penutupan Dolly telah selesai dilakukan. Korps Bhayangkara di Jalan A. Yani itu justru menyiapkan langkah tegas jika ada yang membuat kisruh di tempat tersebut.

’’Kalau sampai ada yang memblokade jalan, kami akan buka paksa,’’ kata Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Awi Setiyono.

Menurut dia, seusai deklarasi, polisi mengimbau semua warga, baik yang pro maupun kontra, untuk bersikap tertib. Jika imbauan itu tidak diindahkan, akan ada maklumat Kapolda. Maklumat tersebut berisi larangan, perintah, dan sanksi.

Selain itu, personel tidak bakal ditarik sebelum kondisi di sana benar-benar stabil. Sebanyak 1.511 personel masih ditempatkan di sejumlah titik yang dianggap rawan. Terakhir, Polda Jatim mendatangkan satu satuan setingkat kompi Brimob dari Malang.

Polisi juga akan menggiatkan razia pengunjung lokalisasi dan menggeledah secara ketat. Tujuannya, mencari kemungkinan adanya tindak pidana human trafficking di dalam lokalisasi.

’’Kalau memang ada unsur pidana, langsung diproses. Kalau persuasif terus, nanti tak ada efek jera,’’ tandas Awi. (git/jun/eko/laz/c7/c14/end)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Risma : Kalau Masih Ngeyel ya Hukum Bicara


Redaktur : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler