jpnn.com, JAKARTA - Ketua Bidang Rekrutmen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Endy Kurniawan memprediksi, perhatian masyarakat tahun 2021 masih terfokus kepada dampak pandemi COVID-19.
Masyarakat tidak akan banyak menyoroti dampak dari Pilkada 2020 atau reshuffle kabinet.
BACA JUGA: Analisis Partai Gelora soal Kemenangan Joe Biden dan Peran Penting Indonesia
"270 Pilkada usai, reshuffle kabinet juga selesai, tetapi masyarakat masih terbelit masalah sosial dan ekonomi gara-gara pandemi, maka 'political hard selling' (strategi pemasaran politik, red) tidak laku di 2021," kata Endy dalam pesan singkatnya kepada awak media, Sabtu (26/12).
Menurut Endy, pihaknya melihat dalam setahun terakhir ini, masyarakat Indonesia menampilkan wajah kesedihan, kemarahan, dan antisipatif. Terutama setelah pandemi COVID-19 melanda Indonesia.
BACA JUGA: Saran Ustaz Mahfuz Gelora soal Polemik Habib Rizieq
"Setelah vaksin datang, muncul respons kewaspadaan. Artinya terjadi bandul ‘mood’ masyarakat, kondisinya labil," kata dia.
Atas fokus terhadap dampak COVID-19, kata Endy, program partai politik akan tidak laku dijual ke publik, meski sedemikian rupa dikemas menarik.
BACA JUGA: Respons Ketum Partai Gelora Indonesia Soal Pilkada 2020
Program partai bisa sukses ketika berbicara tentang COVID-19.
"Jadi kecuali yang bisa melakukan emphatic marketing,” kata Endy.
Hal senada diungkap Direktur Eksekutif Open Parliament Institute (OPI), Putra Adi Surya.
Menurutnya, kegagalan langkah politik untuk menangani pandemi Covid-19 selama 2020 membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada instrumen demokrasi, yaitu partai politik (parpol) yang saat ini berkuasa di eksekutif maupun legislatif.
Putra Adi Surya mengatakan, masyarakat akan mencari alternatif partai politik baru.
"Akan dicari saluran alternatif partai politik baru yang segar dan punya ide besar. Jika tidak ketemu, jalan revolutif," kata Putra Adi Sura.
Direktur Eksekutif OPI ini menilai alih-alih menggunakan kontrol ketat kepada eskekutif untuk mengatasi pandemi, representasi politik rakyat yaitu parlemen telah mengambil keputusan-keputusan yang tak berpihak pada rakyat.
Belakangan, kasus dua menteri ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus korupsi dari dua partai besar yang tengah berkuasa juga membuat publik makin hilang kepercayaan pada eksekutif.
"Hak budgeting DPR telah dirampas eksekutif. RAPBN 2021 yang disusun presiden menggunakan asumsi keadaan negara pulih tahun depan, padahal menurut banyak kajian, masalah akibat virus ini akan berumur lebih lama dibanding yang kita duga" pungkas dia. (ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan