jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur berharap pelayanan publik diperbaiki dan perizinan dipermudah.
Dia berkaca pada Public Service Hall (PSH) yang ada di Georgia.
BACA JUGA: Raih WBK, Biro HUKIP KemenPAN-RB Fokus Jaga Integritas
PSH itu memiliki daya gedor yang cukup besar karena mampu membawa perubahan dari negara yang tidak ramah dengan investasi menjadi negara yang ramah investasi.
Salah satu indikatornya adalah Ease of Doing Business (EoDB) Georgia 2017 menduduki ranking ke-16 lalu melejit ke posisi sembilan pada 2018.
BACA JUGA: 83 Unit Kerja Pelayanan Publik Raih WBK dan WBBM
“Diharapkan Indonesia juga bisa meningkatkan ranking EoDB seperti Georgia,” ujar Asman Abnur dalam acara penandatanganan nota kesepahaman dengan Menteri Kehakiman Georgia Thea Tsulukiani di kantor Kementerian PANRB, Jumat, Jakarta (15/12).
Asman mengapresiasi prestasi yang ditorehkan negara pecahan Uni Soviet tersebut.
BACA JUGA: Menteri Asman Dorong Semua Pemda Punya Mal Pelayanan Publik
Namun, menurut dia, yang dilakukan Indonesia dalam perbaikan pelayanan publik, sebenarnya cukup signifikan.
EoDB Indonesia 2017 masih di ranking ke-91. November lalu, Bank Dunia merilis hasil surveinya dan menempatkan posisi EODB Indonesia untuk tahun 2018 di posisi ke-72.
Menurut Asman, langkah besar yang dilakukan Georgia adalah membangun PSH dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Indonesia terinspirasi dengan inovasi yang dibuat oleh Georgia tersebut.
“Kami telah membuat mal pelayanan publik seperti yang dilakukan Georgia,” jelas Asman.
Indonesia telah membangun tiga mal pelayanan publik. Yakni, di DKI Jakarta, Surabaya, dan Banyuwangi.
Selain itu, mal pelayanan publik telah berjalan di Batam walaupun belum diresmikan.
“Masing-masing mal pelayanan publik melayani lebih dari 300 perizinan,” kata Asman.
Dia menambahkan, setiap hari, PSH Georgia dikunjungi sepuluh ribu pengunjung. Hal ini mengakibatkan PSH sangat ramai dan pemberi layanan publik kesulitan untuk melayani.
Untuk itu, Georgia juga telah mengembangkan pelayanan di desa-desa.
Di balik kesuksesan Georgia meningkatkan pelayanan publik, ternyata mempunyai latar belakang yang tidak jauh beda dengan Indonesia.
Georgia menemui masa-masa yang amat sulit, yaitu buruknya pelayanan publik dan korupsi merajalela di setiap sudut negara.
“Salah satu penyebab korupsi karena praktik-praktik birokrasi sangat rumit, sangat ribet sekali,” jelas Thea Tsulukiani.
Selain itu, tidak ada koordinasi antara pusat dan daerah terkait pelayanan publik.
Oleh karena itu, Georgia melakukan reformasi besar-besaran dan terus berlangsung hingga 2025. Salah satu kegiatan konkret yang dilakukan adalah melakukan digitalisasi dokumen.
“Semua dokumen yang awalnya berkas, itu semua kami digitalisasi,” ujar Tsulukiani.
Dengan digitalisasi dokumen, Georgia dapat memperbaiki kesalahan yang dibuat di masa lampau sekaligus menemukan pelanggaran-pelanggaran yang dibuat di masa lalu.
Pada saat masih bergabung dengan Uni Soviet, ternyata banyak yang memalsukan data kelahiran. Karena sudah digital, pemalsuan tersebut terbongkar.
Saat ini, Indonesia sedang menggenjot e-government. Melalui langkah nyata sebagaimana dilakukan Georgia, Menteri Asman juga berharap dapat belajar mengenai e-government dari Georgia.
Georgia mengeluarkan anggaran yang sedikit untuk belanja TIK namun memiliki hasil yang luar biasa.
Tsulukiani mengatakan, pihaknya siap bekerja sama untuk mengembangkan e-government di Indonesia.
“Apakah sistem kami relevant diimplementasikan di Indonesia atau tidak, bisa sharing knowledge,” pungkasnya.
Dalam penandatanganan nota kesepahaman itu disepakati lima hal. Yakni,
reformasi administrasi negara, prinsip-prinsip terkait aksesibilitas pelayanan publik, kemitraan dalam keterbukaan pemerintah, kepemerintahan yang terbuka dan transparan, serta reformasi e-government. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Honorer K2 Curiga Pemerintah Membuat Data Baru
Redaktur & Reporter : Ragil