jpnn.com, JAKARTA - Pembangunan Pertanian, khususnya kelapa sawit, tidak hanya menjadi penyumbang paling penting devisa negara. Namun juga menjadi penggerak perkenomian wilayah, menyerap tenaga kerja dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan.
Kementerian Pertanian terus meningatkan peran penyuluh swadaya untuk menggenjot produktivitas kelapa sawit.
BACA JUGA: BPPSDMP Lakukan Penguatan Penyuluh Lewat Kostratani
Selama 10 tahun terakhir tercatat luas lahan sawit Indonesia mencapai 14,7 juta hektar dan 6 juta hektar (40,99 persen), di antaranya merupakan perkebunan kelapa sawit milik pekebun, dengan produksi CPO sebesar 40 juta ton.
Keseluruhan kebun sawit tersebut mampu menyerap 8,2 Juta orang dan 4,2 juta tenaga kerja untuk sawit rakyat. Perkebunan tersebut juga menjadi sumber penghidupan bagi 1,5 juta keluarga petani kecil.
BACA JUGA: Kementan Sebut Jahe Punya Prospek Harga Baik Selama Pandemi Covid-19
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan tantangan pengembangan kelapa sawit nasional ke depan tidak hanya persoalan produktivitas saja.
"Selain produktivitas kelapa sawit rakyat, yang juga menjadi persoalan dan harus sama-sama dipecahkan adalah jaminan pasokan benih-benih yang unggul dan berkualitas," kata SYL dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (21/4).
Selain itu, sambung Mentan SYL, diperlukan upaya-upaya khusus ditengah kondisi pandemi ini terkait peningkatan akses pasar, nilai tambah, rantai pasok, saluran distribusi dan dinamika harga dunia.
"Kami mengharapkan, kedepan pembangunan sawit Indonesia tetap pada koridor pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dari sub sistem hulu sampai sub sistem hilir, utamanya terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)," ujar SYL.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi memaparkan, secara ekonomi, sawit telah berperan sebagai kontributor ekonomi utama wilayah, terutama pada 31 kabupaten dan kota di Indonesia.
"Banyak wilayah dan kota berkembang karena sawit terutama di Provinsi Riau, serta sebagian wilayah di pulau Kalimantan dan Sulawesi. Ini merupakan sebuah pencapaian yang sangat membanggakan, di tengah berbagai kampanye negatif yang selalu membayangi," kata Dedy pada Pertemuan Penyempurnaan Renaksi Implementasi Kepmentan Nomor 40 Tahun 2020 di Hotel Grand Melia (20/4).
Dedy mengatakan, sawit menghadapi banyak tantangan berupa kampanye hitam internasional terhadap minyak sawit.
"Isu ini mesti dimaknai secara lebih luas, karena sesungguhnya berada dalam tataran persaingan ekonomi minyak nabati global," ujar dia.
Namun, pada kenyataanya ditengah prestasi yang yang sangat membanggakan tersebut, ternyata masih menghadapi berbagai permasalahan yaitu rendahnya produktivitas sawit rakyat (2,7 ton/ha) dibawah rata-rata nasional (9 ton per hektare) dan potensi yang ada, sistem pelayanan prima (delivery system) masih lemah, dan rendahnya penerapan teknologi maju.
Selain itu Dedi juga menambahkan, kunci untuk mengatasi permasalahan ini adalah SDM Pertanian.
"Petani atau pekebun memainkan peran penting dalam memecahkan permasalahan tersebut. Maka menjadi tugas kita semua untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas sawit baik dari sisi teknis maupun nonteknis serta kelembagaannya,” ungkap Dedi.
Kementan mengupayakan dukungan sistem penyuluhan yang efektif dan efisien, diantaranya melalui penguatan Penyuluh Pertanian baik penyuluh Aparatur Sipil Negara (ASN), penyuluh swadaya, maupun penyuluh swasta sebagai upaya mendorong peningkatan pengetahuan petani yang merupakan kunci untuk membangun kapasitas petani.
Tak hanya itu dukungan permodalan untuk KEP (Koperasi, BUMP) dalam rangka pengadaan sarana alsintan, saprodi (benih, pupuk) berupa pinjaman modal tanpa bunga dan agunan pun dijajaki dengan sistem bagi hasil.
"Untuk mengatasi jumlah penyuluh pertanian yang semakin sedikit, Kementan mengupayakan untuk menjaring penyuluh swadaya khususnya di wilayah perkebunan sawit," sambung Dedi Nursyamsi lagi.
Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sawit Indonesia sehingga tak hanya luas lahan yang tinggi namun kapasitas petani/pekebun dalam mengelola sawit hingga produk turunannya dapat meningkat. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia